Jumat, 25 November 2011

Tumbuhan dalam Lingkungan




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tumbuhan sangat berguna bagi mahkluk hidup, dengan adanya tumbuhan kebutuhan mahkluk hidup secara tidak langsung dapat terpenuhi. Tumbuhan dalam tingkatan trofik berperan sebagai produsen, karena mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis menghasilkan klorofil. Dari produsen, dapat menghasilkan zat hijau daun yang berguna bagi konsmen, termasuk hewan dan manusia. Dalam pertumbuhannya tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disebut faktor pembatas, faktor ini terdapat pada ekosistem lingkungan dan habitat diamana makhluk hidup itu tinggal.
Secara umum terdapat tiga tipe ekosistem, yaitu ekositem air, ekosistem darat, dan ekosistem buatan. Ekosistem air atau aquatik ialah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan di ungguli oleh air tawar, yang merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari lingkungan makro dan mikro?
2.      Apa definisi dari lingkungan abiotik dan biotik?
3.      Apa definisi dan macam-macam dari faktor pembatas?
4.      Apa pengertian dari Niche/nisia?
5.      Apa strategi tumbuhan terhadap stress?
6.      Apa perbedaan dari adaptasi dan ababtasi?
7.      Apa pengertian dan contoh indikator ekologi?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari lingkungan makro dan mikro
2.      Untuk mengetahui definisi dari lingkungan abiotik dan biotik
3.      Untuk mengetahui definisi dan macam-macam faktor pembatas
4.      Untuk mengetahui pengertian dari Niche/nisia
5.      Untuk mengetahui strategi tumbuhan terhadap stress
6.      Untuk mengetahui perbedaan adaptasi dan ababtasi
7.      Untuk mengetahui contoh dan indikator ekologi

 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lingkungan Makro dan Lingkungan Mikro
Setiap makhluk hidup di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada faktor lain di luar dirinya salah satunya adalah lingkungan, seperti halnya tumbuhan yang sangat bergantung dengan lingkungan disekitarnya Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan misalnya dalam lingkungan abiotik yaitu menyangkut tanah, udara dan cahaya, dan lingkungan biotik diantaranya hewan, manusia,  makanan, tanaman, dan interaksi satu sama lainnya juga terhadap lingkungan abiotik.

2.1.1 Definisi Lingkungan Makro dan Lingkungan Mikro
 Lingkungan makro merupakan suatu satu lingkungan yang berpengaruh secara umum atau regional. Sedangkan Lingkungan mikro adalah lingkungan yang paling dekat dengan tanaman yang secara potensial berpengaruh terhadap organ tersebut, jadi merupakan suatu lingkungan dimana tumbuhan harus bertanggap. Contohnya adalah faktor hormon pada tumbuhan.
 Lingkungan makro mungkin sangat berbeda dengan lingkungan mikro sebagai contoh adalah lingkungan dalam suatu kanopi hutan sangat berbeda dengan lingkungan luar kanopi tersebut khususnya pada kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya dan temperatur tentunya, lingkungan mikro di bawah suatu batuan di gurun tentu lebih dingin dibandingkan dengan diluar bebatuan tersebut. Kecepatan angin pada lingkungan mikro pada satu mm dari permukaan daun tentu mempunyai kecepatan angin yang berbeda dengan  bagian organ lain, sehingga dikatakan lingkungan mikro adalah lingkungan dimana tanaman mampu bertanggap (Anonymous, 2010).

 2.2 Faktor Pembatas
            Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem (Anonymous, 2010).




 2.2.1 Asas-asas mengenai faktor-faktor pembatas   
·   “HUKUM” MINIMUM LIEBIG
 Menyatakan bahwa untuk bertahan hidup di dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dengan keadaan. Di bawah keadaan-keadaan mantap bahan yang penting tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati minimum yang genting yang diperlukan akan cenderung merupakan pembatas. Hukum minimum ini kurang dapat diterapkan di bawah” keadaan sementara” apabila jumlah, dan karenanya pengaruhnya dari banyak bahan sangat cepat berubah.
Gagasan bahwa sesuatu organisme tidak lebih kuat daripada rangkaian terlemah dari rantai kebutuhan ekologinya pertama dinyatakan oleh Justus Leibig pada tahun 1840. Leibig merupakan perintis dalam pengkajian pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Dia menemukan, seperti yang ditemukan pada pertanian  masa saat ini, bahwa hasil tanaman sering kali dibatasi dengan tidak tersedianya zat hara dalam jumlah banyaak, seperti karbondioksida dan air karena merekabaginya dalam jumlah ini sering kali berlimpah-limpah dalam lingkungan, tetapi oleh beberapa bahan mentah, seperti boron, misalnya diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi sangat langka dalam tanah. Pernyataannya bahwa “pertumbuhan sesuatu tanaman tergantung pada jumlah bahan makanan yang disediakan baginya dalam jumlah minimum”terkenal sebagai”hukum” minimum Leibig. Jadi, hukum minimum ini hanya merupakan satu aspek dari faktor-faktor yang membataasi yang pada gilirannya hanya meupakan satu aspek pengendali lingkungan dari organisme. 

·   “HUKUM” TOLERANSI SHELFORD
Menyatakan bahwa kehadiran dan keberhasilan sesuatu organisme tergantung kepada lengkapnya kompleks-kompleks keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan secara kualitatif atau kuantitatif dari salah satu dari bbeberaapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut.
Beberapa asas tambahan terhadap “hukum” toleransi dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.      Organisme-organisme dapat memiliki kisaran toleransi yang lebar bagi satu faktor dan kisaran yang sempit untuk lainnya.
2.      Organisme –organisme dengan kisaran-kisaran toleransi yang luas untuk semua faktor wajar memiliki penyebaran paling luas.
3.      Apabila keadaan-keadaan tidak optimal bagi suatu jenis mengenai satu faktor ekologi, batas-batas toleransi terhadap faktor-faktor ekologi lainnya dapat dikurangi berkenaan dengan faktor-faktor ekologi lainnya. Misalnya, Penman (1956) melaporkan bahwa apabila nitrogen tanah merupakan pembatas, ketahanan rumput terhadap kekeringan dikurangi. Dengan kata lain, dia menemukan bahwa lebih banyak air yang diperlukan untuk menjaga kelayuan pada tingkat nitrogenyang rendah daripada tingkat yang tinggi.
4.      Sering kali ditemukan bahwa organisme-organismedi alam sebenarnya tidak hidup pada kisaran optimum berkenaan dengan faktor fisik tertentu.
5.      Periode reproduksi biasanya merupakan periode yang gawat apabila faktor-faktor lingkungan bersifat membatasi.
2.2.2 Konsep gabungan mengenai faktor-faktor pembatas
Menyatakan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme atau golongan- golongan organismetergantung kepada kompleks keadaan. Keadaan yang mana pun yang mendekati atau melampaui batas –batas toleransi dinamakan sebagai yang membatasi atau faktor pembatas. Jadi, organisme-organisme dikendalikan di alam oleh: jumlah dan keragaman material dimana terdapat suatu kebutuhan minimum dan faktor-faktor fisik yang gawat serta batas – batas toleransi organismenya sendiri terhadap keadaan tersebut dan komponen-komponen lingkungan lainnya.


2.2.3 Syarat-syarat kehadiran sebagai faktor-faktor pengatur
            Sinar, temperatur, dan air (hujan) secara ekologimerupakan faktor lingkungan yang penting di darat, sinar, temperatur dan kadar garam (salinitas) merupakan tiga komponen utama yang ada di laut. Di dalam air tawar faktor-faktor lain seperti oksigen mungkin merupakan arti yang utama. Di dalam semua lingkungan sifat kimia dan laju pendauran hara-hara mineral pokok merupakan perhatian utama. Semua keadaan atau syarat fisik untuk kehadiran atau hidup dapat tidak saja merupakan faktor-faktor pembatas dalam arti yang merusak tetapi juga faktor-faktor yang mengatur dalam arti yang menguntungkan bahwa organisme-organisme yang telah menyesuaikan diri menanggapi faktor-faktor tersebut dalam cara sedemikian sehingga komunitas dari organisme itu mencapai homeostatis semaksimum mungkin dibawah keadaan atau syarat itu.
2.2.4        Faktor-faktor fisik mengenai kepetingannya sebagai faktor pembatas
a.      Temperatur
Kehidupan hanya dapat dijumpai dapat dalam kisaran kecil sekitar 3000C mulai dari sekitar -2000 hingga 1000 C. Sebenarnya kebanyakan jenis dan kebanyakan kegiatan terbatas pada daerah  temperatur yang bahkan lebih sempit lagi. Beberapa organisme, terutama dalam tahap istirahat, dapat dijumpai pada temperatur yang sangat rendah, paling tidak untuk periode singkat, sedangkan sedikit mikroorganisme, terutama bakteri dan ganggang  mampu hidup dan berkembang biak di sumber air panas di mana temperatur dekat dengan titik didih. Umumnya batas atas lebih bersifat gawat daripada batas bawah, walaupun kenyataannya bahwa banyak organisme tampak bergawai lebih efisien ke arah batas atas daripada kisaran toleransinya. Kisaran variasi temperatur cenderung menjadi kurang di dalam air daripada di darat, dan organisme perairan umumnya mempunyai batas toleransi terhadap temperatur lebih sempit daripada ekuivalennya yaitu binatang darat. Temperatur oleh karenanya secara universal sangat penting  dan sangat sering merupakan faktor pembatas.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk (1998) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme. sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsorpsi   oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme. Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau keadaan harga rata- ratanya yang penting.
·         Variasi suhu
                        Sangat sedikit tempat- tempat di permukaan bumi secara terus- menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi local berdasarkan topografi dan jarak dari laut. Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air. Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas ( matahari ), bersama- sama dengan putarannya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat tumbuhan hidup. jumlah panas yang diterima bumi juga berubah- ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap tahun dan gejala geologi. Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu maka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima. Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu seharian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak di tepi pantai.
Berbagai karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu :
·         Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap.
·         Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah.
·         Kerimbunan Tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan, dengan kerimbunan yang rendah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara dibawah rimbunan tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancaran kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di tempat terbuka atau tidak bervegetasi.
·         Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
·         Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub. Variasi suhu berdasarkan waktu/ temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.
·         Suhu dan Tumbuhan
Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu bahan kisaran suhu antara 00 C sampai dengan 500 C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas metabolismenya. Suhu- suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bevariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 150 – 180 C, sedangkan untuk biji- bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 20 C – minus 50 C. Sebaliknya konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 300 C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.

b.      Radiasi sinar dan intensitas cahaya
 Pearse (1939), menyatakan bahwa organisme berada di ujung tanduk dari suatu dilema berkenaan dengan sinar. Penempatan protoplasma secara langsung terhadap sinar berakibat kematian, tetapi sinar merupakan sumber energi pokok, tanpa itu tak ada kehidupan. Akibatnya, banyak sifat struktural dan perilaku dari organisme  disebabkan oleh masalah ini. Dalam kenyataannya, organisme  membutuhkan sinar matahari untuk berfotosintesis menghasilkan zat hijau daun (klorofil), yang nantinya berguna bagi mahkluk hidup di permukaan bumi. Klorofil dihasilkan tanaman yang dalam trofik disebut produsen. Sinar matahari biasa dapat membatasi apabila pada intensitas penuh, demikian juga pada intensitas rendah. Pada intensitas tinggi, foto-oksidasi dari enzim-enzim nyata mengurangi sintesis, dan respirasi yang cepat menghabiskan fotosintat. Sintesis protein terutamadikurangi sehingga persentase tinggi dari karbohidrat dihasilkan pada intensitas tinggi, yang merupakan  satu alasan untuk sukar memperoleh hasil yang baik dari tanaman berprotein tinggi di daerah tropis. Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu/temporal.
·         Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas lainnya cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
·         Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat –tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita), metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.
·         Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya.
·         Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.
c.       Air
Kebutuhan fisiologi untuk semua protoplasma, air, dari ssegi ekologi merupakan faktor pembatas utama pada lingkungan darat atau di lingkungan perairan dimanamlahnya merupakan sasaran dari fluktuasi besar embutan, atau dalam salinitas tinggi membantu hilangnya air dari organisme oleh osmosis. Curah hujan, kelembapan, kelas penguapan dari udara, dan suplai air permukaan yang tersedia merupakan faktor-faktor  pokok yang diukur. Hujan ditentukan sebagian besar  oleh geografi dan pola-pola gerakan-gerakan udara yang besar atau sistem-sistem cuaca. Curah hujan menentukan kelembapan pada lingkungan di sekitarnya.
d.      Lama Penyinaran
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan berbunga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
·         Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
·         Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
·         Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misalnya tomat.
Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.
e.       Temperatur dan Kelembapan bertindak bersama
      Interaksi antara temperatur dan kelembaban, seperti pada kasus interaksi kebanyakan faktor, tergantung pada nilai nisbi dan juga nilai mutlak setiap faktor. Jadi, temperatur memberikan efek membatasinya lebih hebat lagi terhadap organisme apabila keadaan kelembaban adalah ekstrim, yakni apakah keadaan tadi sangat rendah, daripada apabila keadaan demikian itu adalah sedang-sedang saja. Demikian juga, kelembapan memainkan peranan yang lebih gawat dalam keadaan temperatur ekstrim. Dalam arti kata, hal ini adalah aspek lain dari asas mengenai faktor interaksi. Cuaca yang panas dan lembab kurang baik untuk kumbang-kumbang, tetapi tidak baik juga  untuk tanaman kapas. Tubuh perairan yang besar sangat meredakan iklim darat dapat disebabkan oleh panas laten yang tinggi dari penguapan dan sifat mencair dari air. Ada dua tipe dasar dari iklim, misalnya iklim laut yang ditandai oleh embutan kurang ekstrim yang disebabkan oleh  pengaruh meredakan tubuh perairan yang besar dan iklim darat, yang ditandai dengan keadaan ekstrim dari temperatur dan kelembapan.



f.       Garam-garam biogenik: Haramakro dan Haramikro
Garam-garam yang larut yang sangat diperlukan untuk kehidupan dapat disebut sebagai garam-garam biogenik. Sedangkan haramakro adalah unsur-unsur yang diperlukan oleh tumbuhan dalam jumlah banyak untuk menunjang kehidupannya. Contohnya adalah unsur C,H,O,N, S,dan Mg. Misalnya saja apabila tumbuhan kekurangan Mg dapat mengakibatkan klorosis, yaitu daun tumbuhan tampak menguning karena kekurangan klorofil. Selain itu, batang tanaman kelihatan layu dan kurus. Unsur mikohara adalah unsur- unsur tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah  sedikit karena hanya sebagai komponen enzim yang penting untuk menunjang kehidupannya. Karena keperluan yang sangat sedikit itu tampaknya dihubungkan dengan kesedikitannya dalam kehadirannya di lingkungan. Sehingga haramakro dan haramikro disebut sebagai faktor pembatas pada tumbuhan.
g.      Arus dan Tekanan
Media atmosferik dan hidrosferik dimana organisme hidup sering kali tiddak benar-benar diam untuk suatu periode waktu. Arus dalam air tidak hanya sebagian besar mempengaruhi konsentrasi gas-gas dan hara, tetapi bertindak juga secara langsung sebagai faktor-faktor pembatas. Jadi, perbedaan-perbedaan di antara komunitas suatu sungai kecil dan kolam kecil dapat disebabkan sebagian besar oleh perbedaan besar dalam faktor arus. Banyak binatang dan tumbuhan sungai kecil menyesuaikan secara khas secara morfologis dan fisiologis untuk mempertahankan kedudukan dalam arus dan diketahui mempunyai batas toleransi yang pasti terhadap faktor yang khas ini. Di darat, angin melakukan pengaruh membatasinya terhadap kegiatan-kegiatan dan bahkan penyebaran organisme dalam cara yang sama. Burung-burung, misalnya tetap diam dalam tempat-tempat yang terlindungi pada hari-hari yang berangin.


h.      Tanah
Komponen biotik dan abiotik sangat erat berhubungan dalam tanah, yang berdasarkan batasannya terdiri dari lapisan kulit bumi yang dilapukkan denga organisme hidup dan hasil pembusukannya bercampur aduk. Tanpa kehidupan, bumi akan memiliki kulit bumi dan air. Namun, tanah akan sangat berbeda sama sekali dari komponen-komponen yang kita ketahui sekarang. Jadi, tanah tidak hanya merupakan faktor lingkungan organisme tetapi juga dihasilkan oleh mereka (organisme tanah dan metabolisme). Tanah sebagai hasil bersih dari kegiatan iklim dan organisme terutama vegetasi. Tanah terdiri dari bahan induk, substrat geologi atau mineral yang mendasari di bawahnya, dan riap organik dimana organisme dan hasilnya bercampur baur dengan butiran-butiran  halus dari bahan induk yang berubah. Ruang-ruang antara butiran-butiran di isi gas dan air. Tekstur dan kesarangan tanah merupakan sifat sangat penting dan sebagian besar menentukan ketersediaan hara bagi tumbuhan dan binatang tanah.
i.        Api
Api telah  menjadi faktor pembatas lama sebelum manusia mulai mengubah secara drastis lingkungannya dalam usahanya memperbaiki kedudukannya. Dengan kurang hati-hati yakni dengan sifat atau kebiasaan yang sembrono manusia modern sering kali memperbesar pengaruh api sehingga segala sesuatu yang ia cari lingkungan yang produktif di musnahkan atau dilukai. Di lain pihak, perlindungan yaitu sempurna dari api atau kebakaran tidak selalu menghasilkan apa yang diharapkan, misalnya, lingkungan yang lebih produktif untuk kebutuhan manusia. Jadi, telah jelas bahwa api harus dianggap faktor ekologi bersama faktor faktor lain seperti temperatur, hujan dan tanah. Ada beberapa tipe kebakaran di alam yang berlainan pengaruhnya. Dua tipe yang ekstrim yang perlu di perhatikan misalnya”crown fire” (kebakaran tajuk), kebakaran tipe ini sering kali menghancurkan vegetasi, sedangkan “surface fire”(kebakaran permukaan) mempunyai pengaruh yang sama sekali berbeda. Yang terdahulu membatasi terhadap kebanyakan organisme, komunitas biotik harus mulai mengembangkan semuanya kembali, kurang lebih mulai dari permulaan lagi, dan kemungkinan diperlukan banyak tahun sebelum daerah itu produktif lagi dari segi pandangan manusia. Kebakaran-kebakaran permukaan, di lain pihak, melakukan pengaruh selektif, mereka lebih membatasi terhadap beberapa organisme daripada yang lainnya, jadi membantu atau menguntungkan perkembangan organisme yang mempunyai toleransi tinggi terhadap faktor api. Juga kebakaran permukaan yang ringan membantu bakteri dan memecahkan  tubuh-tubuh tumbuhan dan di dalam membuat hara mineral lebih cepat tersedia bagi pertumbuhan tumbuhan baru (Odum Eugene P, 1994).
2.3      Lingkungan Abiotik dan biotik
2.3.1 Lingkungan Abiotik
     Environment atau lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar suatu mahkluk hidup. Lingkungan bagi seorang manusia diantaranya adalah faktor-faktor suhu, makanan dan manusia lainnya. Suatu lingkungan tanaman bisa terdiri dari tanah, sinar matahari dan binatang yang akan memakan tanaman. Lingkungan abiotik diantaranya adalah suhu, air, udara dan sinar matahari. Lingkungan biotik diantaranya ganggang dan makanan. Keduanya biotik dan abiotik membentuk keseluruhan lingkungan dari mahkluk hidup maupun non hidup. Lingkungan abiotik terdiri dari faktor-faktor seperti tanah, air, udara dan radiasi. Lingkungan abiotik membentuk banyak objek dan memberi kekuatan yang mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi komunitas di sekitar mahkluk hidup. Misalnya jenis-jenis tanaman dan binatang yang hidup dan bagaimana cara mereka hidup di ekosistem suatu sungai sangat dipengaruhi oleh arus sungai, suhu, kejernihan, dan komposisi kimianya (Anonymous, 2010)
Satu kelompok penting dari faktor-faktor lingkungan abiotik membentuk cuaca. Benda hidup dan mati dipengaruhi oleh hujan, salju, suhu yang panas atau dingin, penguapan air, kelembapan, angin, dan sejumlah kondisi-kondisi cuaca lainnya.
Setiap tahun banyak tumbuhan dan tanaman yang mati yang disebabkan oleh kondisi cuaca. Manusia membangun rumah dan menggunakan pakaian untuk melindungi tubuh mereka dari iklim yang keras. Mereka mempelajari cuaca dengan tujuan untuk mengetahui cara mengaturnya. Faktor-faktor abiotik lainnya termasuk diantaranya adalah luasnya daerah untuk hidup dan banyaknya nutrien-nutrien tertentu yang tersedia bagi organisme. Semua organisme membutuhkan luas wilayah tertentu untuk dapat hidup dan bergerak di dalam hubungan komunitas. Mereka juga membutuhkan nutrien yang berasal dari bukan mahkluk hidup seperti fospor, untuk menjaga aktifitas tubuh seperti peredaran darah dan pencernaan. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara organisme dan lingkungannya (Anonymous, 2008).
2.3.2 Lingkungan Biotik
     Yang termasuk lingkungan biotik diantaranya makanan, tanaman, binatang dan interaksi satu sama lainnya juga terhadap lingkungan abiotik. Kelestarian dan kesejahteraan manusia secara luas tergantung pada makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan daging. Begitu juga dengan hubungan antara manusia dengan mahkluk hidup lainnya. Sebagai contoh beberapa bakteri di dalam lambung membantu orang untuk dapat mencerna makanan-makanan tertentu.
Sosial dan budaya disekelilingnya juga merupakan bagian penting dari lingkungan biotik manusia. Perkembangan sistem syaraf yang pesat meningkatkan daya ingat, daya pikir, dan komunikasi. Manusia mengajarkan satu sama lainnya tentang hal-hal yang telah mereka pelajari. Dengan bertambahnya pengetahuan manusia mengembangkan agama, seni, musik, sastra, tehnologi dan ilmu pengetahuan. Kekayaan budaya dan kekayaan biologis manusia telah menjadikan manusia melebihi binatang dan mampu mengatur lingkungannya (Spemarwoto Otto, 2001).
2.4      Relung Ekologi atau Niche
Sumber : Anugrahjuni.wordpress.com. Diakses 31 Oktober 2011
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat kemana seseorang pergi untuk menemukannya. Sedangkan niche (relung) ekologi, merupakan istilah yang lebih luas lagi artinya termasuk tidak ruang fisik yang diduduki organisme itu, tetapi juga  peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misalnya, posisi trofiknya) serta posisinya di dalam gradien suhu, kelembaban, Ph, tanah dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat, relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. karenanya relung ekologi sesutu mahkluk tergantung tidak hanya ada di mana dia itu hidup tetapi juga pada apa yang dia perbuat (baagaimana mereka mengubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta biotiknya),dan bagaimana jenis lain menjadi kendala baginya (Anonymous, 2009).
Dengan kata lain, deskripsi relung ekologi secara lenggkap untuk sesuatu jenis akan mencakup seperangkat sifat-sifat biologi dan parameter-parameter fisik yang tidak terbatas. Dalam ekologi tumbuhan, setiap jenis tumbuhan akan mempunyai relung ekologi yang menentukan struktur komunitas dan menunjukkan pola adaptasi di habitatnya. Relung ekologi merupakan milik yang mewakili anggota komunitas tumbuhan di habitat tersebut.
Dalam pengertian yang lebih luas, relung ekologi tumbuhan tidak saja berkaitan dengan fungsi ekologi tumbuhan dalam ruang fisik (habitat) tempat tumbuh-tumbuhan tumbuh dan berkembang, tetapi juga berkaitan dengan peranannya dalam komunitas, apakah peran dalam habitatnya, dalam jenjang makanannya atau dalam multi dimensi yang berhubungan dengan pH tanah atau iklim. Menurut aspek-aspek tersebut, dikenal relung habitat, relung jenjang makanan, dan relung multidimensi atau relung geografi. Dalam ekosistem, berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya dalam habitat dan relung ekologi masing-masing hidup bersama dan berinteraksi. Interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan makhluk hidup tersebut, merupakan interaksi yang terjadi antara tumbuh-tumbuhan dengan tumbuhan, antara tumbuhan dan hewan/manusia atau antara tumbuhan dengan mikrobiota. Hubungan atau asosiasi yang terjadi antara tumbuhan dengan makhluk hidup yang lain dapat bersifat netral (tidak saling merugikan), bersifat positif menguntungkan satu atau kedua individu yang beriteraksi atau bersifat negatif yang merugikan antara kedua individu yang berinteraksi.
2.5 Strategi Tumbuhan Terhadap Stres.
Stres merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Pada umumnya stres lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.       Stres biotik
Terdiri dari kompetisi intra spesies dan antar spesies, infeksi oleh hama dan penyakit.
a. Strategi tumbuhan terhadap herbivora
Herbivora adalah suatu ancaman yang dihadapi tumbuhan dalam setiap ekosistem. Tumbuhan menghadapi herbivora yang begitu banyak baik dengan pertahanan fisik, seperti duri, maupun pertahanan kimia, seperti produksi senyawa yang bersifat toksik. Sebagai contoh beberapa tumbuhan menghasilkan suatu asam amino yang tidak umum yang disebut kanavanin yang dinamai berdasarkan salah satu sumbernya, jackbean (Cannavalia ensiformis). Kanavanin mirip arginin. Jika suatu serangga memakan tumbuhan yang mengandung kanavanin, molekul itu bergabung dengan protein serangga di tempat yang biasanya ditempati oleh arginin, yang dapat menyebabkan matinya serangga tersebut.
2.      Stres abiotik
Terdiri dari Suhu (tinggi dan rendah), air (kelebihan dan kekurangan), radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), kimiawi (garam, gas, dan pestisida), angin, dan suara.


a. Strategi tumbuhan terhadap kelebihan air.
Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan.
b. Strategi tumbuhan terhadap kekurangan air.
Kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah. Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami kekurangan air. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami stress. Respon tanaman yang mengalami stres kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi.
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Anonymous, 2009).
2.6 Adaptasi dan Abaptasi
2.6.1 Adaptasi mahkluk hidup
Dalam mempertahankan kehidupannya, mahkluk hidup harus memperoleh makanan, yang berguna untuk proses metabolisme dan aktifitas sehari-hari. Di samping itu, mahkluk hidup harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Walaupun dalam lingkungan yang ekstrim. Proses penyesuaian diri mahkluk hidup terhadap lingkungannya disebut dengan adaptasi.
Adaptasi mahkluk hidup terhadap lingkungannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Adaptasi morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian bentuk tubuh terhadap lingkungannya. Contoh adaptasi morfologi adalah sebagai berikut. 
a)      Gigi-gigi khusus
Hewan hewan karnivora atau pemakan daging, mempunyai gigi gigi taring besar dan runcing berjumlah empat buah untuk menangkap mangsa. Gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya.
b)      Moncong
Hewan yang mempunyai moncong yang panjang untuk menghisap makanan hewan tersebut, termasuk serangga. Contohnya adalah trenggiling yang terdapat di hutan rimba Amerika Tengah. Trenggiling tersebut mempunyai moncong yang panjang dan tak bergigi untuk menghisap makanannya yaitu serangga kecil termasuk semut. Hewan ini juga mempunyai lidah bergetah, untuk melekatkan mangsanya.



c)      Paruh
Elang mempunyai paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsinya untuk mencengkram korbannya.
d)     Daun
Tumbuhan insektivora, contohnya kantung semar, memiliki daun berbentuk piala dengan permukaan yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan tersebut memperoleh unsur-unsur yang diperlukan. Pada tumbuhan kaktus, mempunyai daun berbentuk duri untuk mengurangi penguapan, karena kaktus merupakan tumbuhan gurun.


           

e)      Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang, berfungsi untuk menyerap air yang jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernafas.
2.      Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan kehidupannya. Contohnya sebagai berikut.
a)      Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busuk dengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur, sekret tersebut berfungsi  untuk menghindari diri dari musuhnya.
b)      Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita mempunyai kantong tinta yang berisi cairan hitam. Apabila ada musuh, tinta tersebut disemprotkan ke air disekitarnya. Sehingga musuh tidak dapat melihatnya.
c)      Mimikri
Mimikri adalah perubahan warna pada kadal dan bunglon sesuai dengan tempatnya, untuk melindungi dirinya dari musuh. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh hormon dan suhu serta keadaan di sekitarnya.
3.      Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku adalah adaptasi yang didasarkan pada penyesuaian tingkah laku. Contohnya adalah sebagai berikut.
a)      Pura-pura tidur atau mati
Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.
b)      .Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut (Anonymous, 2009).

2.6.2 Ababtasi
              Kemampuan berkembang suatu populasi sehingga saat ini merupakan hasil proses adaptasi yang panjang (ababtasi). Populasi selalu merespon perubahan lingkungan untuk mempertahankan keturunnya dengan berbagai cara. oleh karena itu sering kali kita temukan di alam spesies yang telah mengalami spesifikasi (spesies local) dan sub spesies lainya. Pertumbuahan suatu populasi pada kondisi tertentu berada di dekatnya dukung lingkungan (K) maka strategi yang dikembangkan adalah strategi K. sebaliknya populasi mempunyai laju yang optimal pada kondisi dibawah daya dukung lingkungan. Maka strategi r dikembangkan adlah strategi r. hal ini mempunyai pengertian bahwa strategi r akan dikembangkan oleh suatu populasi jika kondisi lingkungannya ideal sedangkan strategi K akan dikembangkan pada saat populasi mendapatkan stress lingkungan (kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan) (Anonymous, 2010).
2.7 Pengertian Indikator ekologis
Untuk mengetaahui kondisi lingkungan dan keberadaan sumber daya pada suatu habitat makhluk, maka seringkali manusia tidak dapat melakukan pengukuran atau pemantauan secara langsung terhadap kondisi atau sumber daya tersebut. Hal ini mungkin diakbatkan oleh adanya beberapa keterbatasan seperti keterbatasan alat (instrument), keterbatasan biaya, waktu dan tenaga, atau karena secara teknis sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, maka untuk mengatasinya, manusia menggunakan penampakan makhluk sebagai petunjuk tentang kondisi lingkungan dan sumber daya habitat makhluk tersebut. Hal ini dilakukan dengan didasari oleh adanya pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai wujud tanggapan makhluk terhadap berbagai keadaan dari kondisi lingkungan dan sumber daya. Makhluk yang diamati penampakannya untuk dipakai sebagai petunjuk tentang keadaan kondisi lingkungan dan sumber daya pada habitatnya ini disebut  bioindikator ekologis atau disingkat dengan indikator ekologis. Sebagai contoh, untuk mengetahui adanya zat pencemar logam berat Pb pada suatu perairan, maka digunkaan abnormalitas perkembangan embrio landak laut dari jenis Temnopleurus sp sebagai indikator. Contoh lain adalah tingkat ketebalan atau berat cangkang bekicot dapat dipakai sebagai indikator tentang kadar zat kapur (kalsium) dari daun kol atau singkong singkong yang dimakannya.
Dalam hubungannya dengan organisasi makhluk, maka makhluk yang dipakai sebagai indikator ekologis adalah makhluk dalam tingkat spesies. Ketentuan ini dibuat mengingat yang menjadi unit secara ekologis adalah spesies. Spesies sebagai unit secara ekologis adalah spesies. Spesies sebagai unit ekologis mengandung pengertian bahwa semua individu dalam satu spesies memberikan tanggapan yang seragam terhadap suatu faktor lingkungan, dan tanggapan itu berbeda dengan tanggapan yang diberikan oleh spesies lain. Dapat dipakai sebagai cara yang praktis dan murah untuk mengetahui keadaan lingkungan suatu makhluk.
Dalam menggunakan makhluk sebagai indikator ekologis, maka Odum (1971) menganjurkan agar memperhatikan beberapa pedoman yaitu :
1.      Spesies yang steno lebih baik dipakai sebagai indikator dibandingkan dengan spesies yang eury.
2.      Spesies yang dewasa lebih baik dipakai sebagai indikator dibandingkan dnegan yang masih muda.
3.      Sebelum mempercayai penampakan makhluk sebagai indikator ekologis, maka terlebih dahulu harus ada  bukti yang cukup bahwa suatu faktor yang dipermasalahkan memang benar dapat membatasi.
4.      Penampakan makhluk dalam tingkat populasi atau komunitas lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan penampakan suatu individu.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari pembahasan makalah tentang tumbuhan dalam lingkungan dapat disimpulkan:
1.      Lingkungan adalah tempat dimana mahkluk hidup itu tinggal, menyesuaikan diri, dan saling berinteraksi membentuk suatu kehidupan bersama. Lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro adalah lingkungan secara regional yang mempengaruhi kehidupan tumbuhan. Sedangkan lingkungan mikro adalah lingkungan yang paling dekat dari tumbuhan tersebut yang mempengaruhi organ tanaman tersebut.
2.      Lingkungan biotik adalah lingkungan yang terdiri komponen-komponen penyusun kehidupan, berasal dari mahkluk hidup misalnya manusia. Lingkungan abiotik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen-komponen benda tak hidup yang menunjang kehidupan. Contohnya suhu, air, cahaya, kelembaban dan sebagainya.
3.      Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem.
4.      Faktor pembatas diantaranya adalah temperatur, radiasi sinar dan intensitas cahaya, air, lama penyinaran, temperatur dan kelembaban bertindak bersama, garam-garam biogenik, arus dan tekanan, tanah dan api.
5.      Relung ekologi (nishea) adalah habitat yang lebih luas ruang lingkupnya. Tidak hanya peranannya dalam ekosistem, tetapi juga tingkatan trofiknya dalam ekosistem. Termasuk pengaruhnya terhadap kelembaban, suhu, dan sebagainya.
6.      Stres merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Pada umumnya stres lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: stress biotik dan abiotik.
7.      Perbedaan adaptasi dan ababtasi adalah dalam hal rentang waktu yang diperlukan. Adaptasi adalah penyesuaian diri mahkluk hidup terhadap lingkungannya, sedangkan ababtasi adalah adaptasi dengan rentang waktu yang lebih lama.
8.      Indikator ekologis adalah makhluk yang diamati penampakannya untuk dipakai sebagai petunjuk tentang keadaan kondisi lingkungan dan sumber daya pada habitatnya. Contohnya, untuk mengetahui adanya zat pencemar logam berat Pb pada suatu perairan, maka digunakan abnormalitas perkembangan embrio landak laut dari jenis Temnopleurus sp sebagai indikator.
Saran
Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca untuk hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang ekologi tumbuhan.

 

DAFTAR PUSTAKA
Odum Eugena P. 1994. Dasar- Dasar Ekologi  Edisi ke tiga. Gadjah Mada University Press:  Yogyakarta
Soemarwoto Otto.2001.Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.Djambatan: Jakarta
Anonymous.2008.Lingkungan Biotik dan Abiotik.http//:darkscienceimages.blogspot.co
m/2008/11/lingkungan-biotik-dan-abiotik29.html. Diakses tanggal 31 Oktober 2011
Anonymous.2008.Lingkungan Biotik dan Abiotik.http//:t2.gstatic.com/?q=tbn:And9GcQ
8kulnvBSUex5ahZM9za7K6aojhacRBKLgBF-trVUXabeZNyRkiQ.Diakses tanggal 31 Oktober 2011
Anonymous.2009.Relung Ekologihttp://biologi-hardiansyah.blogspot.com/p/niche-      relung-ekologi-strategi-tumbuhan.html. Diakses tanggal 29 Oktober 2011
Anonymous.2010.Ababtasi. http://lumele.blogspot.com/.Diakses tanggal 29 Oktober
2011
Anonymous.2011.Indikator Ekologi. http://biomatectona.blogspot.com/2011/04/ekologi.ht ml.Diakses tanggal 30 2011






0 komentar:

Posting Komentar

TV Streaming

tutorial blogger Indonesia

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | WordPress Themes Review