BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman, 2004).
Kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008).
Dalam mencegah berbagai masalah- masalah negatif yang disebabkan oleh manusia atau yang lainnya tersebut perlu adanya pemanfaatan ekologi tumbuhan di seluruh indonesia, atau penelitian hutan – hutan, tanaman masa kini, tanaman masa lampau dan tanaman masa akan datang, itu perlu di teliti dan di data secara statistik berupa vitalitas, prioditas dan stratifikasi.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
Vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah di ukur dan nyata. Dalam mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik padang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan yang hidup di suatu hidup tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan analisis vegetasi?
2. Apa saja macam-macam metode analisis vegetasi?
3. Apa saja teknik pencuplikan pada analisis vegetasi?
4. Apa saja macam-macam peta vegetasi?
5. Bagaimna cara membuat kurva luas minimum?
6. Bagaimana rumus-rumus perhitungan metode analisis vegetasi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian analisis vegetasi.
2. Untuk mengetahui macam-macam metode dalam analisis vegetasi.
3. Untuk mengetahui macam-macam teknik pencuplikan.
4. Untuk mengetahui macam-macam peta vegetasi.
5. Untuk mengetahui cara membuat kurva luas minimum.
6. Untuk mengetahui rumus-rumus perhitungan metode analisis.
1.4 Manfaat
Memberikan beberapa manfaat dan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai cara analisis vegetasi suatu komunitas. Dengan mengetahui berbagai informasi, mengenai cara analisis vegetasi suatu komunitas tertentu masyarakat akan dapat mengontrol dan mengupayakan pencegahan untuk menangani berbagai masalah lingkungan sekitar demi terciptanya keseimbangan yang harmonis di alam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Metode Analisis Vegetasi
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Di Indonesia Perkembangan penelitian Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara floristika dalam mengungkapkan sesuatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajian pun sangat tergantung pada permasalahan apakah bersifat autokelogi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktifitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasannya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar ekologi produktifitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat destruktif.
Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey sumber daya alam, misalnya sehubungan dengan inventarisasi kayu untuk balok dihutan, dan menelaah kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau pengembalaan. Pakar tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari factor-faktor yang mereka pelajari. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama didalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yang mengarah pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisi jenis atau jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui sejumlah karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Dalam mengerjakan analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi ( tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain. Dalam mempelajari vegetasi , dibedakan antara studi floristic dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas. Parameter kualitatif dalam pengamatan ini yaitu Fisiognomi, Fenologi, Periodisitas, Stratifikasi, Kelimpahan, Penyebaran, Daya hidup, dan Bentuk Pertumbuhan. Sedangkan Parameter kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini Densitas, Luas penutupan,Indeks Nilai Penting (INP), Dominansi, Frekuensi, dan lain-lain.
Dengan sampling, seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1. Nama jenis (lokal atau botanis)
2. Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3. Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4. Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5. Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
2.2 Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
1) Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya.
Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya.
Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2) Metode nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organism hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan non floristika. Pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organism tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
3) Metode non-floristica
Telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresiakan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973). Danserau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristika di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
Bentuk Hidup. Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
Bentuk Hidup. Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
Untuk memahami metode non floristika sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
4) Metode floristic
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristic ini sangat ditunjang dengan variable-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
- Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
- Kerimbunan, variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di suatu kawasan, dan bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau dominasinya.
- Frekuensi, variable yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variable yang diperlukan untuk menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti statifikasi, periodisitas, dan vitalitas. Berbagai metodelogi telah dikembangkan oleh para pakar untuk sampai pada hasil seakurat mungkin, yang tentu disesuaikan dengan tujuannya.
2.3 Teknik Pencuplikan
1) Kuadrat
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
Menurut Weaver dan Clements (1938) kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran. Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
d. Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter.
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
Suatu contoh untuk suatu vegetasi hutan alami atau yang berbentuk seperti hutan luas kuadrat minimal 200 m2, kemudian vegetasi semak belukar 2 – 5 m2, dan vegetasi sederhana sperti rumput cukup dengan ukuran kuadrat seluas 1 meter persegi.
Sistem Analisis dengan metode kuadrat:
Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%) (Surasana, 1990).
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relative dari sejumlah variabel yangb telah diukur (kerapatan relative, kerimbunan relative, dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Kerapatan (K) = Jumlah individu
Luas petak ukur
Luas petak ukur
Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan satu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Kerapatan seluruh jenis
Frekwensi (F) = Jumlah petak penemuan suatu jenis
Jumlah seluruh petak
Jumlah seluruh petak
Frekwensi relatif (FR) = Frekwensi suatu jenis x 100%
Frekwensi seluruh jenis
Frekwensi seluruh jenis
Dominansi (D) = Luas Bidang Dasar suatu jenis
Luas petak ukur
Luas petak ukur
Dominansi relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100%
Dominansi seluruh jenis
Dominansi seluruh jenis
Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).
Berikut langkah-langkah kerja jika anda akan melakukan penelitian/analisis vegetasi metode kudrat:
1. Menyebarkan 5 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di suatu vegetasi tertentu.
2. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
3. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar (Anonymous, 2010).
2) Garis
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
· Metode Garis
1. Menyebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1 meter secara acak atau sistematis.
2. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
3. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar (Anonymous,2010).
3) Titik
Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
· Metode Intersepsi Titik
1. Membuat 10 titik yang masing-masing titik berjarak 10 cm pada seutas tali raffia.
2. menancapkan kawat atau lidi pada setiap titik dan menebar tali raffia tersebut secara acak atau sistematis.
3. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada setiap tumbuhan yang mengenai setiap kawat atau lidi tersebut.
4. Melakukan 10 kali pengamatan, sehingga akan diperoleh 10 seri titik.
5. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
6. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
7. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
8. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar
4) Kuarter
Analisa vegetasi dengan metode kuarter merupakan analisa vegetasi yang
mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya (Kusmana, 1997).
mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya (Kusmana, 1997).
Komunitas adalah sejumlah mahluk hidup dari berbagai macam jenis yang hidup bersama pada suatu daerah. Komposisi suatu komonitas ditentukan dengan tumbuhan dan hewan yang kebetulan mampu hidup di tempat tersebut. Anggota komonitas ini tergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologis yang ada ditempat tersebut. Ada dua konsep yang ditentukan dalam mengamati peta komonitas yaitu gradasi komonitas( populasi) dan gradiasi lingkungan yaitu menyangkut jumlah factor lingkungantambak secara bersama-sama. (Soedjiran,1989). Pada metode ini tumbuhan yang dianalisa bisa berupa empat tumbuhan yang paling dekat dengan titik pengamatan yang masing-masing tumbuhan berada pada empat sektor daerah dengan titik tadi sebagai pusat.
· Daerah I adalah daerah barat – utara
· Daerah II adalah daerah utara – timur
· Daerah III adalah daerah timur – selatan
· Daerah IV adalah daerah selatan – barat
Tumbuhan yang dianalisis (dicuplik datanya) disetiap sektor daerah pengamatan adalah hanya satu pohon yang paling dekat dengan pusat pengamatan tadi (titik pusat). Data yang dikumpulkan adalah jarak pohon ke titik pusat, diameter pohon.
Sistem Analisis dengan metode kuadran:
· Jarak pohon rata-rata (d)= jumlah semua jarak yang terukur
4 x jumlah titik pusat (n)
· Kerapatan relatif = jumlah individu sejenis x 100%
4 x n
· Dominasi relatif = jumlah luas basal individu sejenis x 100%
jumlah total luas basal terukur
· Frekuensi relative=jumlah titik pusat yang mengandung suatu tumbuhan x 100%
jumlah titik pusat dari seluruh jenis tumbuhan
· Luas rata-rata penguasaan area oleh suatu pohon = d2
· Jumlah individu pohon untuk luas tertentu (L) = L / d2
· Luas dari total = luas basal rata-rata x kerapatan
· Nilai penting = Kr + Dr + Fr
5) Teknik Ordinasi
Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Mueller-Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan.Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis-jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Ordinasi mencoba untuk meringkas data sampling dalam suatu lebih sederhana, lebih sedikit cara pemakaian ruang dibanding metoda tabel. Bahkan suatu agak kecil perbedaan table Suatu ordinasi data yang sama bisa menjadi satu grafik kecil yang menunjukan 19 poin-poin penyebaran ruang. Masing-Masing titik mewakili suatu letak, dan jarak antara poin-poin mewakili derajat tingkat perbedaan atau persamaannya. Sekilas, seseorang dapat melihat lihat jika ada pola dalam hubungan.
Sasaran ordinasi bukanlah untuk menggambarkan bentuk di sekitar label dan letak mereka yang sama bagian dari suatu asosiasi melainkan, untuk menunjukkan suatu pola hubungan kontinue. Sungguh, sebagian besar informasi memuat data asli yang hilang dalam ordinasi diagram, tetapi kehilangan ini akibat banyak bentuk dari reduksi data, tidak hanya ordinasi (Anonymous, 2010).
2.4 Mengenal Macam-Macam Peta Vegetasi
Dalam mempelajari suatu komunitas tumbuhan sering diperlukan suatu gambaran mengenai penyebaran dari suatu vegetasi jenis tertentu di suatu daerah. Untuk tujuan ini perlu pengetahuan tentang pemetaan vegetasi, berikut ini beberapa metode pemetaan vegetasi secara sederhana.
· Pemetaan Komunitas Tumbuhan Dari Satu Titik Konstan.
Pada metode ini kita harus menentukan suatu titik atau tempat yang berkedudukan sedemikian rupa sehingga area vegetasi dapat terlihat. Titik ini dipakai sebagai titik konstan dari mana arah dan jarak titik-titik lainnya akan ditentukan. Kemudian menentukan titik-titik pada batas luar vegetasi dengan kedudukan sedemikian rupa sehingga memberikan gambaran dari bentuk dan penyebaran vegetasi. Selanjutnya menentukan kedudukan titik-titik ini terhadap titik yang konstan tadi dengan kompas dan mengukur jarak dari titik-titik pada vegetasi ke titik konstan
· Pemetaan Daerah Dengan Mencari Jarak Dan Sudut
Pada metode ini kita harus menyusun titik-titik pada daerah yang hendak dibuat petanya. Susunan titik-titik ini memberikan gambaran bentuk dari daerah tersebut. Kemudian menghitung jarak antara satu titik terhadap titik lainnya yang berdekatan, selanjutnya menentukan pula dengan kompas kedudukan antar titik – titik yang berdekatan tadi. Melakukan pekerjaan ini secara berurutan dari satu titik ke titik yang lain sehingga kembali ke titik asal dimana pekerjaan dimulai.
2.5 Membuat kurva luas minimum
Pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Jadi luas daerah ini disebut luas minimum. Cara menentukan luas minimum sebagai berikut:
1. Dibuat petak contoh dengan ukuran misal (0,5 x 0,5) m2 ¾¾® petak 1.
2. Hitung jumlah spesies yang ada pada petak tersebut.
3. Petak tadi diperluas 2 kali luas petak 1, ini ¾¾® petak ke 2.
4. Dihitung jumlah spesies yang ada (penjumlahan komulatif).
5. Penambahan luas petak dihentikan kalau jumlah spesies tidak bertambah lagi.
Dari data yang telah diperoleh dibuat kurva :
1. Luas petak contoh sebagai absis (sb X)
2. Jumlah spesies sebagai ordinat (sb Y)
2. Hitung jumlah spesies yang ada pada petak tersebut.
3. Petak tadi diperluas 2 kali luas petak 1, ini ¾¾® petak ke 2.
4. Dihitung jumlah spesies yang ada (penjumlahan komulatif).
5. Penambahan luas petak dihentikan kalau jumlah spesies tidak bertambah lagi.
Dari data yang telah diperoleh dibuat kurva :
1. Luas petak contoh sebagai absis (sb X)
2. Jumlah spesies sebagai ordinat (sb Y)
Kemudian dihitung 10% nya luas yang dicapai dan 10% jumlah spesies. Kemudian ditarik garis resultansinya dari (dari 10% tadi). Setelah itu ditarik garis singgung pada kurve yang sejajar resultante tersebut. Kemudian dari titik singgungnya ditarik garis ke absis yang sejajar ordinat. Maka luas minimum petak (plot) dapat diketahui (Anonima, 2010).
Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan metode kuadrat (Anonimb, 2010).
Ukuran kuadrat terbagus yang dipakai tergantung pada hal (item) yang harus diukur. jika cover sendiri adalah penting, kemudian ukuran tidak merupakan suatu faktor. kenyatannya kuadrat dapat menyusut menjadi garis dengan satu dimensi atau menjadi titik tanpa dimensi. tetapi jumlah tumbuhan perunit area atau pola dispersal harus diukur, kemudian ukuran kuadrat adalah sangat penting. Satu ukuran bagus adalah memakai satu ukuran kuadrat paling sedikit dua kali luas rata-rata luas kanopi spesies besar yang lain dengan memakai ukuran kuadrat yang mengijinkan hanya satu atau dua spesies untuk hadir dalam semua kuadrat. Lain halnya menggunakan ukuran kuadrat yang memungkinkan kebanyakan spesies untuk hadir tak lebih daripada 80% semua kuadrat (Hardjosuarno, 1990).
Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan metode kuadrat (Anonimb, 2010).
Ukuran kuadrat terbagus yang dipakai tergantung pada hal (item) yang harus diukur. jika cover sendiri adalah penting, kemudian ukuran tidak merupakan suatu faktor. kenyatannya kuadrat dapat menyusut menjadi garis dengan satu dimensi atau menjadi titik tanpa dimensi. tetapi jumlah tumbuhan perunit area atau pola dispersal harus diukur, kemudian ukuran kuadrat adalah sangat penting. Satu ukuran bagus adalah memakai satu ukuran kuadrat paling sedikit dua kali luas rata-rata luas kanopi spesies besar yang lain dengan memakai ukuran kuadrat yang mengijinkan hanya satu atau dua spesies untuk hadir dalam semua kuadrat. Lain halnya menggunakan ukuran kuadrat yang memungkinkan kebanyakan spesies untuk hadir tak lebih daripada 80% semua kuadrat (Hardjosuarno, 1990).
Ukuran plot minimal dapat ditentukan dengan cara survey pendahuluan untuk menentukan ukuran luas plot minimal. menentukan luas minimal plot dapat dilakukan dengan cara membuat kurva luas minimal terlebih dahulu. untuk bentuk plot persegi dimulai dengan membuat sebuah plot (bidang datar) persegi pada satu tegakan dengan kuadrat (luas) terkecil, misalnya untuk lapangan rumput adalah 25 x 25 Cm2, selanjutnya dicatat spesies tumbuhan yang ada dalam kuadrat terkecil. Kemudian kuadrat diperluas dua kali luas semula dan kemudian penambahan spesies baru yang terdapat di dalam kuadrat luasan di catat (Suprianto, 2001).
2.6 Menghitung kerapatan, frekuensi, penutupan (coverage), dominansi dan Indeks Nilai Penting
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. misalnya 100 individu/ha. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme persatuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K.
K=
Dengan demikian, densitas spesies ke-idapat dihitung sebagai K-i, dan densitas relative setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai KR-i.
K - i =
KR - i = X 100 %
Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya.
2. Frekuensi
Didalam ekologi, frekuensi digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sempel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan kberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.
Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang didalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaiknya, jika makin sedikit petak contoh yang didalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke – i (F – i) dalam frekuensi relatif spesies ke – i (FR-i) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja.
3. Penutupan (Coverage)
Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%, karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk, kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan permukaan tanah. Untuk mengukur/menduga luasan tajuk dari vegetasi lapisan pohon, biasanya dilakukan dengan menggunakan proyeksi tajuk dari pohon tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid dengan kertas grafik. Cara lain adalah dihitung dengan rumus :
Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:
- Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon;
- Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap sebagai satu individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah). Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing batang diukur diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai individu masing-masing;
- Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi setinggi dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari bentuk tidak normal; dan
- Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon.
Dengan asumsi bahwa penampang melintang batang suatu pohon berbentuk lingkaran, basal area dari pohon tersebut dihitung dengan rumus:
BA : = Ï€ . R 2 = ¼ Ï€. D2 dimana: BA : Basal area R : jari-jari lingkaran dari penampang lintang batang D : diameter batang pohon |
Konsep basal area juga kadang-kadang diterapkan terhadap tumbuhan penutup tanah seperti rumput, herba dan semak. Dalam hal ini basal area diukur dad luasan areal pucuk dari tumbuhan tersebut dalam suatu luasan petak contoh tertentu yang dibuat.
4. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan ellenberg, 1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005).
5. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
6. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1)
Dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
7. Indeks Kemerataan Jenis
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R1 tergolong tinggi jika > 5.0.
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ > 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
8. Koefisien Kesamaan Komunitas
Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua tegakan yang dibandingkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan Curtis, 1957 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
Dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100 %. Semakin mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang dibandingkan mempunyai kesamaan yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS. Untuk menghitung IS, dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk atau INP.
Sebagai contoh, kita membandingkan tingkat permudaan semai hutan primer dengan hutan setelah ditebang dan dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Nilai Kesamaan Kerapatan antara Hutan Primer dengan Hutan setelah ditebang pada tingkat Semai
Maka nilai kesamaan komunitas (IS) = ((2 x 55) / (224 + 84)) x 100%
= 35.71%
Nilai diatas menunjukkan bahwa antara kondisi primer dan setelah ditebang dari segi jumlah individu (kerapatan) hanya mempunyai tingkat kesamaan sekitar 35.71% artinya setelah dilakukan penebangan terjadi kehilangan jumlah individu sekitar 64.29%.
9. Indeks Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973) sebagai berikut :
Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat (Marsono, 1977).
· Analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
· Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
· Tehnik Pencuplikan dalam analisis vegetasi diantaranya Kuadrat, Garis, Titik, Kuarter, Teknik ordinasi. Masing-masing Tehnik ini memiliki ketentuan masing-masing.
· Beberapa metode pemetaan vegetasi secara sederhana diantaranya Pemetaan Komunitas Tumbuhan Dari Satu Titik Konstan dan Pemetaan Daerah Dengan Mencari Jarak Dan Sudut.
· Cara membuat Kurva Luas Minimum yaitu dengan menentukan nilai luas minimumnya terlebih dahulu, kemudian membuat kurva sesuai dengan nilai luas minimum tersebut.
· Perhitungan analisis vegetasi dapat dilakukan dengan menggunakan parameter kuantitatif diantaranya kerapatan, frekuensi, penutupan (coverage), dominansi dan Indeks Nilai Penting dsb.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai penuis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk membantu penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjosuwarn, Sunarto. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM: Yogyakarta.
Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc). Kelompok Hutan Gelawan Kampar: Riau.
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian: Bogor
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian: Bogor
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press: Jakarta.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA: Malang
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. UPI: Bandung.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung
Wolf, Larry dan S.J McNaughton. 1990. Ekologi Umum. UGM Press: Jogjakarta.
Anonymous, 2010 . Analisis vegetasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi. Diakses pada 30 oktober 2011
Anonymous, 2010 . Analisis vegetasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi. Diakses pada 30 oktober 2011
Anonymous, 2010. Metode Garis dan titik. http://iqbalali.com/2008/02/25/70/. Diakses pada 30 oktober 2011
Anonymous, 2010. Analisis Vegetasi Untuk Pengeloloan Hutan Lindung Pulau Marsegu Kabupaten Seram Bagian Barat Kepulauan Maluku. http://www. Irwantoshoot.com. Diakses pada 30 oktober 2011
Anonymous, 2010. Analisis vegetasi dan metodenya. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan- bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/ diakses tanggal 30 oktober 2011.
Anonymous, 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi.http://boymarpaung.wordpress.com/ 2009/04/20/apa-dan-bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2011.
Anonymous, 2010.Analisis vegetasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi diakses tanggal 30 oktober 2011
Anonymous, 2009. Analisis Vegetasi. http://biologi08share.blogspot.com/2009_04_01_. diakses pada 30 oktober 2011.
Anonymous. 2010. Metode analisis vegetasi. http://biologi08share.blogspot.com/2009/04/beberapa-metodologi-yang-umum-dan.html. diakses pada tanggal 30 oktober 2011
Anonymous. 2010. Analisis vegetasi. http://ibuprita.suatuhari.com/makalah/topics/analisis-vegetasi-adalah. diakses pada tanggal 30 oktober 2011
Anonymous. 2010. Analisis vegetasi. http://ibuprita.suatuhari.com/makalah/topics/analisis-vegetasi-adalah. diakses pada tanggal 30 oktober 2011
Anonymous. 2010. Analisis vegetasi. http://www.docstoc.com/docs/25956884/ANALISIS-VEGETASI-UNTUK-PENGELOLAAN-KAWASAN-HUTAN-LINDUNG-PULAU. diakses pada tanggal 30 oktober 2011
Anonymous, 2010. Tehnik Ordinasi. http://nanang14045.student.umm.ac.id/tehnik ordinasi/. diakses pada tanggal 30 oktober 2011