Selasa, 31 Januari 2012

Pengaruh Cahaya Matahari dan Suhu Terhadap Tanaman


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya. Salah satunya adalah faktor abiotik. Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi. Pada prisipnya  ditinjau dari biologi mahkluk hidup sangat bergantung kepada faktor – faktor yang ada diluar dirinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain tidak ada satu mahkluk hidup pun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung dengan faktor lain
Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan pada dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum. Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia. Bagi manusia dan hewan cahaya matahari adalah penerang dunia ini. Selain itu , bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil cahaya matahari sangat menentukan proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan.  Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Dengan demikian cahaya dapat menjadi faktor pembatas utama di dalam semua ekosistem.

Suhu juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peranan cahaya pada tumbuhan?
2.      Bagaimana adaptasi tumbuhan terhadap cahaya?
3.      Bagaimana karakteristik tumbuhan berdasarkan cahaya?
4.      Bagaimana variasi dan stratifikasi suhu?
5.      Bagaimana kepentingan suhu terhadap tumbuhan?
6.      Bagaimana zonasi tumbuhan berdasarkan suhu?
7.      Bagaimana strategi adaptasi tumbuhan terhadap suhu ekstrim?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami peranan cahaya pada tumbuhan
2.      Mengetahui dan memahami adaptasi tumbuhan terhadap cahaya
3.      Mengetahui dan memahami karakteristik tumbuhan berdasarkan cahaya
4.      Mengetahui dan memahami variasi dan strafikasi suhu
5.      Mengetahui dan memahami bahwa suhu penting untuk tumbuhan
6.      Mengetahui dan memahami zonasi tumbuhan berdasarkan suhu
7.      Mengetahui dan memahami strategi adaptasi tumbuhan terhadap suhu ekstrim










BAB  II
PEMBAHASAN

2.1 Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil cahaya matahari sangat berperan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Annonymous, 2009).
Cahaya matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Cahaya matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya (Wirakusumah, 2003).
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra optimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.
Besarnya energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari musim ke musim dan latitude ke latitude lainnya. Tetapi besarnya energi matahari yang diterima tanaman (tumbuhan) setiap tahunnya pada latitude yang sama tidak sama bervariasi dan besarnya energi matahari yang ditangkap tanaman untuk jenis tanaman yang berbeda, juga akan berbeda-beda pula.
Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan , meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu , kekurangan cahaya saat perkecambahan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan bewarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan. Sebaliknya , tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek , daun berkembang baik lebih lebar, lebih hijau , tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh.
Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor cahaya, yang sangat erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
Ø   Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang
Ø   Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.

a. Kualitas Cahaya
Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang- gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang- gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting.
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 – 7,6 mikron. Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spectrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Pada ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis. Pada ekosistem perairan, cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau akal lewat atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sangat sulit untuk diserap oleh fitoplankton.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas. Yang jelas cahaya ini dapat merusak atau membunuh bacteria dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat), contohnya yaitu bentuk- bentuk daun yang roset, terhambatnya batang menjadi panjang.

b. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu atau temporal.
Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh
lapisan awan dan pencemar di atmosfer (Sasmitamihardja, 1996).

Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali dapat merusak enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein (Annonymous, 2008).

Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.



2.1.1 Peranan Cahaya Terhadap Tumbuhan
a)      Fotoperiodisme
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi.
Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperate atau bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin.
Berdasarkan respon tanaman terhadap fotoperiodemembagi tanaman atas tiga golongan yaitu:
·         Tanaman berhari pendek
·         Tanaman berhari panjang
·         Tanaman berhari netral

Tanaman Berhari Pendek
Tanaman berhari pendek ialah tanaman yang hanya dapat berbunga bila panjang hari kurang dari nilai kritis (panjang hari maksimum). Panjang hari maksimum berkisar antara 12 jam sampai 14 jam.
Tanaman yang berhari pendek akan mengalami pertumbuhan vegetative terus menerus apabila panjang hari melewati nilai kritis, dah akan berbunga di hari pendek di akhir musim panas dan musim gugur. Tetapi tanaman berhari pendek tidak berbunga di hari pendek di awal musim semi, dan akan berbunga di hari pendek pada akhir musim panas. Hal ini disebabkan karena suhu tidak cukup hangat untuk melanjutkan pertumbuhan ke fase reproduktif. Disamping itu pertumbuhannya vegetative yang tersedia pada saat itu belum mencukupi untuk mengantarkan tanaman kepembungaan, disamping benyak system (hormone, enzim dan lain-lain) juga belum siap.
Tanaman yang tidak peka terhadap fotoperiode yang tergolong berhari pendek, biasanya mempunyai sifat fisiologis yang menonjol daripada sifat yang ditimbulkan oleh pengaruh ligkungan. Misalnya pembungaan dan pembuahan akan lebih dipengaruhi oleh ketersediaan asimilat dan sistem hormone dalam tubuhnya. Tanaman yang peka terhadap fotoperiode, pembungaan dan pembentukan buahnya sangat ditentukan oleh panjangnya hari sebesar 15 menit saja sudah berarti bagi terbentuknya bunga.

Tanaman Berhari Panjang
Tanaman berhari panjang adalah tanaman yang menunjukkan respon berbunga lebih cepat bila panjang hari lebih panjang dari panjang hari minimum (kritis) tertentu, atau disebut pula tanaman bermalam pendek yakni Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
Tanaman berhari panjang yang berasal dari zone sedang (temperate) akan berbunga dalam bulan mei dan juli apabila panjang siang selama 15 jam. Sebagai contoh tanaman berhari panjang adalah spinasi (spinacia oler acea L) Barley (Hordeum spp), Rey (Secale cereale), Bit gula (Beta vulgaris), Alfalfa dan lain-lain. Tarwe winter (Triticum aestivum) yang tergolong tanaman berhari panjang menghendaki lama penyinaran lebih dari 14 jam sehari dan untuk berkecambah memerlukan suhu rendah. Sedangkan pertumbuhan selanjutnya sampai berbunga dan berbuah menghendaki suhu yang lebih tinggi dan hari-hari panjang. Bila syarat-syarat yang dikehendakinya tidak terpenuhi, maka tarwe winter tidak dapat menghasilkan bunga dan buah
 Kombinasi suhu dan panjang hari yang mengontrol pertumbuhan vegetatif dan generatif pada beberapa jenis tanaman hari panjang sebenarnya dapat diciptakan dengan perlakuan-perlakuan terhadap tanaman. Misalnya penyinaran singkat di malam hari untuk memperpendek periode gelap. Percobaan-percobaan seperti ini dapat mempengaruhi perbungaan, khususnya pada tanaman yang menghendaki panjang siang lebih dari 15 jam.
Perlakuan vernalisasi pada biji tarwe winter akan berkecambah akan menyebabkan proses yang menginduksi kecambah ke arah pertumbuhan menuju pembentukan primordia bunga. Karena biji tarwe winter pada saat berkecambah juga memerlukan fase gelap yang lebih panjang (hari pendek), maka selain vernalisasi, untuk mengantarkan tanaman ini ketahap pembungaan juga diperlukan perlakuan gelap buatan. Sedangkan hari panjang dan suhu tinggi yang diharapkan untuk pertumbuhan vegetatif dapat dibuat dengan penyinaran singkat pada malam hari dengan lampu listrik yang berkapasitas 50 watt setiap meter bujur sangkar selama lebihkurang 5 jam.

Tanaman Berhari Netral
Tanaman berhari netral (intermediate) adalah tanaman yang berbunga tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Tanaman intermediate dalam zona sedang bisa berbunga dalam beberapa bulan. Tetapi tanaman yang tumbuh di daerah tropik yang mengalami 12 jam siang dan 12 jam malam dapat berbunga terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu tanaman yang tumbuh di daerah tropik pada umumnya adalah tanaman intermediate.
Yang tergolong tanaman intermediate adalah kapas (Gossypium hirsutum), tembakau (Nicotiana tobaccum), bunga matahari (Helianthus annus), tomat dan lain sebagainya.
Tanaman intermediate memerlukan pertumbuhan vegetatif tertentu sebagai tahap untuk menuju tahap pembungaan tanpa dipengaruhi oleh fotoperiode. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas (Syamsuri, 2007).

b)     Fotoenergetic
Cahaya matahari merupakan factor krusial dalam kehidupan tumbuhan sebagai sumber energy. Untuk dapat memperoleh energy bagi pertumbuhan dan perkembangannya, tumbuhan memerlukan sejumlah cahaya minimal.
Fotoenergetic adalah pertumbuhan yang dipengaruhi oleh banyaknya energy yang diserap dari sinar matahari oleh bagian tanaman. Intensitas cahaya yang tinggi di daerah tropis tidak seluruhnya dapat digunakan oleh tanaman. Energi cahaya matahari yang digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis berkisar antar 0,5 – 2,0 % dari jumlah total energi yang tersedia. Sehingga hasil fotosintesis berkurang apabila intensitas cahaya kurang dari batas optimum yang dibutuhkan oleh tanaman,  Setiap daun pada tumbuhan harus memproduksi energy yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan setelah dikurangi energy untuk respirasi. Jika tumbuhan kekurangan cahaya dalam waktu panjang, maka lambat laun akan mati. Proporsi cahaya yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan hasil fotosintesis dan kebutuhan respirasi disebut titik kompensasi cahaya
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri dengan menggunakan zat hara, karbondioksida, dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi.

Contoh gambar fotosintesis tumbuhan

c)      Fotodestruktif
Fotodestruktif adalah tingginya intensitas cahaya yang mengakibatkan fotosintesis semakin tidak bertambah lagi dikarenakan tanaman mengalami batas titik jenuh cahaya sehingga bukan menjadi sumber energy tetapi sebagai perusak.
Proses fotosintesis, cahaya berpengaruh melalui intensitas, kualitas dan lamanya penyinaran, tetapi yang terpenting adalah intensitasnya.Sehubungan dengan laju fotosisntesi, intensitas cahaya yang semakintinggi (naik) mengakibatkan lalu fotosisntesis semakin tidak bertambahlagi walaupun intensitas cahaya terus bertambah. Batas ini disebut titik saturasi cahaya atau titik jenuh cahaya (ligh saturation point). Pada keadaan ini cahaya bukan sebagai sumber energi maupun sebagai bentuk  perusak.
Intensitas cahaya yang tinggi mengakibatkan temperatur daun meningkat,sebagai akibat menutupnya stomata, sehingga sebagaian klorofil menjadi pecah dan rusak (fotodestruktif). Sedangkan pada intensitas cahaya yangsemakin menurun sampai batas tertentu jumlah O2 yang dikeluarkan oleh proses fotosintesis sama dengan jumlah O2 yang diperlukan oleh prosesrespirasi. Batas ini disebut titik kompensasi cahaya (light compensation point) (Annonymous, 2008).

d)     Fotomorfogenesis
Efek lain dari cahaya diluar fotosintetis adalah mengendalikan wujud tanaman, yaitu perkembangan struktur atau morfogenesisnya. Pengendalian morfogenesis oleh cahaya disebut fotomorfogenesis. Agar cahaya mampu mengendalikan perkembangan pertumbuhan maka tumbuhan harus menyerap cahaya.
Empat penerima cahaya dalam tumbuhan adalah fitokrom, kriptokrom, penerima cahaya UV-B, protoklorofilida,  :
Pengaruh cahaya pada perkecambahan :
·                                                         Produksi klorofil terpacu oleh cahaya
·                                                         Pembukaan daun terpacu oleh cahaya
·                                                         Pemanjangan batang terhambat oleh cahaya
·                                                         Perkembangan akar terpacu oleh cahaya.
Tumbuhan hari pendek (membutuhkan waktu malam yang lebih panjang untuk berbunga), akan terhambat bila dalam waktu malammnya diseling ada cahaya dalam waktu singkat. Yang paling efektf adalah cahaya merah jauh yang menghambat pembungaan tumbuhan hari pendek.
Cahaya merah memacu perkecambahan biji-bijian, tetapi cahaya merah jauh dan biru menghambat. Cahaya merah jauh panjang gelombangnya lebih panjang dari cahaya merah 700-800nm (diatas 760 tdk terlihat oleh mataatau infra merah dekat).
Pigmen cahaya merah disebut Pr (666nm) , pigmen cahaya biru dapat diubah oleh cahaya merah menjadi Pfr (730 nm)yang dapat menyerap cahaya merah jauh (warna hijau zaitun), dan pigmen biru bias dihasilkan oleh Pfr.
Fitokrom merupakan homodiner dari dua polipeptid identik, dengan Bm 120 kDa Polipeptid tadi masing-masing mempunyai gugus prostetik disebut kromofor yang menempel pada atom belerang pada residu sisteinnya. Kromoforad tetrapirol rantai terbuka,tersebut serupa dengan [pigmen pikobulin utk fotosintesis ganging merah dan sianobakteri perubahan cis-trans g mengubah Pr menjadi Pfr
Kriptokrom penerima cahaya biru atau UVA
UV A panjang gel antara 320-400 nm. Kriptokrom antara 320-500 nm, diduga berupa flavoprotein (melekat antara protein dan riboflavin), diduga bersatu dengan prot sitokrom pada membram plsma. Puncak kerjanya di daerah biru-ungu 450 nm (Annonymous, 2010).

e)      Fototropisme
Fototropisme adalah pergerakan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh rangsangan cahaya. Contoh dari fototropisme adalah pertumbuhan koleoptil rumput menuju arah datangnya cahaya. Koleoptil merupakan daun pertama yang tumbuh dari tanaman monokotil yang berfungsi sebagai pelindung lembaga yang baru tumbuh. Cholodny dan Went menjelaskan bahwa cahaya menyebabkan terjadinya pemindahan auksin secara lateral dari bagian yang terkena cahaya menuju bagian yang tidak terkena cahaya. Dengan demikian, jumlah auksin di bagian yang gelap akan lebih banyak daripada di bagian yang terang.
Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hal ini dapat disebabkan kecepatan pemanjangan sel-sel pada sisi batang yang lebih gelap lebih cepat dibandingkan dengan sel-sel pada sisi lebih terang karena adanya penyebaran auksin yang tidak merata dari ujung tunas. Hipotesis lainnya menyatakan bahwa ujung tunas merupakan fotoreseptor yang memicu respons pertumbuhan Fotoreseptor adalah molekul pigmen yang disebut kriptokrom dan sangat sensitif terhadap cahaya biru. Namun, para ahli menyakini bahwa fototropisme tidak hanya dipengaruhi oleh fotoreseptor, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai macam hormon dan jalur signaling.




Contoh gambar fototropisme
http://yusufsila-tumbuhan.blogspot.com/2011/10/gerak-pada-tumbuhan.html
 



2.1.2 Strategi Adaptasi Tumbuhan Terhadap Cahaya
Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya kuat, Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran.
Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal.
Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat. Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas tumbuhan dan ekosistem. Adaptasi terhadap naungan dapat melalui 2 cara:
 (a) meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit; contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar,
 (b) mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Pada tanaman jagung respon ketika intensitas cahaya berlebihan berupa penggulungan helaian daun untuk memperkecil aktivitas transpirasi. Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara fisiologis mulia berkurang

Tabel Pengaruh intensitas radiasi matahari ekstrim terhadap sifat morfologi dan fisiologi tanaman

No
Sifat yang diukur
Intensitas cahaya matahari
Tinggi
Rendah
1.
Tinggi tanaman
Pendek
Panjang
2.
Diameter batang
Besar
Kecil
3.
Bunga dan buah
Baik
Buruk
4.
Lapisan lilin di daun
Tebal
Tipis
5.
Ukuran stomata
Banyak
Sedikit
6.
Jumlah stomata
Banyak
Sedikit
7.
Nisbah: daun/batang
Rendah
Tinggi
8.
Nisbah: akar/tunas
Tinggi
Rendah
9.
Helai daun
Sempit
Lebar
10.
Ketebalan daun
Tebal
Tipis
11.
Kandungan klorofil
Rendah
Rendah
12.
Kandungan karotin, santofil
Tinggi
Rendah
13.
Kadar gula
Tinggi
Rendah

Empat penerima cahaya dalam tumbuhan (pigmentasi) antara lain :
  1. fitokrom, paling kuat menyerap cahaya merah dan merah jauh. Ada juga fitokrom penyerap cahaya biru.
  2. kriptokrom, sekelompok pigmen yang serupa mampu menyerap cahaya biru dan panjang gelombang ultraviolet 320-400 nm, karena peran pentingnya pada kriptogram (tumbuhan tak berbunga).
  3. Penerima cahaya UV-B, senyawa tak dikenal/bukan pigmen yg menyerap radiasi UV 280-320 nm
  4. Protoklorofilida a, pigmen cahaya yang menyerap cahaya merah dan biru , bias tereduksi menjadi klorofil Aa (Ramli, 1989).

2.1.3        Karakteristik Tumbuhan Berdasarkan Cahaya
Berdasarkan kebutuhan dan adaptasi tanaman terhadap radiasi matahari, pada dasarnya tanaman dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
a)         Heliophyta
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat –tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Tanaman – tanaman golongan ini sudah barang tentu tidak akan tumbuh baik bila ternaung oleh tanaman lain. Tanaman padi, jagung, tebu, ubi kayu, dan sebagian besar tanaman pertanian termasuk kelompok ini

b)        Sciophyta
Tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita), metabolisme dan respirasinya lambat.Tanaman kopi misalnya, ia tumbuh baik pada intensitas sekitar 30 -50 persen dari radiasi penuh. Tanaman coklat tumbuh baik pada intensitas sekitar 20 persen dari radiasi penuh. Dengan demikian kedua jenis tanamanini membutuhkan naungan untuk tanaman tersebut.  Salah satu yang membedakan tumbuhan heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.
Tanaman yang kurang mendapatkan cahaya matahari akan mempunyai akar yang pendek, Cahaya matahari penuh menghasilkan akar lebih panjang dan lebih bercabang. Untuk mengukur intensitas cahaya, dapat menggunakan alat pengukur cahaya atau lightmeter

2.2  Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme.  Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau keadaan harga rata- ratanya yang penting (Wijana, 1998).

2.2.1 Variasi Suhu
Sangat sedikit tempat- tempat di permukaan bumi secara terus- menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi local berdasarkan topografi dan jarak dari laut.
Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air. Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas ( matahari ), bersama- sama dengan putarannya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat tumbuhan hidup.
Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah- ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap tahun dan gejala geologi. Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu maka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima. Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu seharian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak di tepi pantai.
Berbagai karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu :
  1. Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap.
  2. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah.
  3. Kerimbunan Tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan, dengan kerimbunan yang rendah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara dibawah rimbunan tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancaran kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di tempat terbuka atau tidak bervegetasi.
  4. Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
  5. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.

Insolasi menunjukkan energi panas dari matahari dengan satuan gram kalori /cm2/ jam mirip dengan intensitas pada radiasi matahari. Jumlah insolasi atau suhu tergantung kepada:
a)     Latitude (letak lintang) suatu daerah. Di khatulistiwa insolasi lebih besar dan sedikit variasi dibandingkan dengan sub tropis dan daerah sedang. Jadi, insolasi semakin kecil dengan bertambahnya latitude, karena sudut jatuh radiasi matahari makin besar atau jarak antara matahari dan permukaan bumi makin jauh. Akan tetapi insolasi total untuk satu musim pertumbuhan tanaman justru bisa sebaliknya karena panjang hari yang lebih lama.
b)    Altitude (tinggi tempat daari permukaan laut) semakin tinggi altitude nsolasi makin rendah. Setiap naik 1000 kaki suhu turun 3o F
c)    Musim berpengaruh terhadap insolasi dalam kaitannya dengan kelembapan udara dan keadaan awan
d)   Angin juga sangat berpengaruh terhadap insolasi, apalagi bila angin tersebut membawa uap panas.
Suhu juga bervariasi berdasarkan waktu atau temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.Tanah lebih cepat menerima panas dari pada udara, akan tetapi semakin siang panas akan diterima akan sama karena udara selain menerima radiasi dari matahari juga konduksi dari tanah. Insolasiakan melemah (suhu turun) setelah tengah hari, untuk kemudian suhu tanah akan cepat menurun karena adanya pemancaran dari bumi ke atmosfer dan proses evaporasi, sehingga suhu tanah lebih rendah dari pada suhu udara. Jadi fluktuasi suhu tanah harian lebih besar dari pada suhu udara dan oleh karena itu pula suhu maksimum atau minimum tanah dan udara tidak selalu bersamaan (Annonymous, 2011).

2.2.2 Kepentingan Suhu Pada Tumbuhan Sebagai Organisme Poikilotermik dan Stenotermik
a). Suhu dan Pertumbuhan
Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu bahan kisaran suhu antara 0C sampai dengan 50C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas metabolismenya. Suhu- suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal.
Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bevariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 15– 18C, sedangkan untuk biji- bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 2C – minus 5C. Sebaliknya konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 30C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan.
Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.
Sejumlah tumbuhan mampu beradaptasi dengan menyesuaikan tahap tahap perkembangannya dengan perubahan musim. Berdasarkan kemampuan adaptasi tersebut terdapat 3 tipe tumbuhan :
·         Tumbuhan annual (Annual plants)
Tumbuhan ini menyelesaikan semua tahapan siklus hidupnya pada satu musim panas. Jadi siklus hidupnya pendek. Mereka umumnya memiliki biji yang sangat toleran terhadap pengaruh dingin. Pada musim dingin biji-bijinya mengalami dormansi untuk selanjutnya bila musim panas tiba berkecambah dan tumbuh secara serentak kemudian dewasa, bereproduksi dan menyelesaikan siklus hidupnya dengan demikian siklus hidupnya pun menjadi pendek.
·         Herbaceous perennials
Tumbuhan ini memiliki organ penyimpan makanan yang resisten tersimpan di dalam tanah seperti umbi, corm atau rizom.Tumbuhan sepanjang musim dingin hidup dengan memanfaatkan organ tersebut dan pada setiap tahun dibentuk pucuk yang baru.
·         Woody perennials
Tumbuhan ini umumnya berupa pohon dan semak dimana tubuhnya memiliki struktur berkayu dan persisten sepanjang tahun (Syamsuri, 2007).

b). Suhu dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis pada suatu tumbuhan berhubungan erat dengan produktivitas bersih yang dihasilkannya. Bagi kebanyakan jenis tumbuhan temperatur yang dibutuhkan untuk respirasi adalah lebih tinggi dibandingkan temperatur yang dibutuhkan untuk fotosintesis. Bila temperatur untuk fotosintesi lebih tinggi dan melampaui temperatur untuk fotosintesis tumbuhan akan menderita. Hal ini merupakan faktor penting untuk diperhatikan bila ingin memindahkan jenis tumbuhan dari daerah dingin ke daerah panas.

c). Thermoperiodisme
Merupakan respons terhadap fluktuasi ritmik dari temperatur. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh musim atau basis diurnal. Tumbuhan biasanya memerlukan fluktuasi temperatur untuk pertumbuhannya dan dalam kondisi temperatur konstan pertumbuhannya akan tertekan. Kebanyakan jenis dapat tumbuh sangat baik pada area dimana kondisi temperaturnya bervariasi. Sebagai contoh tumbuhan tomat akan tumbuh baik bila tempertur siang berkisar 20 oC dan malam 10 oC.  Pada fluktuasi temperatur ini akan menghasilkan keseimbangan antara laju respirasi dan fotosintesis (Syamsuri, 2007).

d). Vernalisasi
Biasanya terjadi antara suhu -5 hingga 16 o C dengan pengaruh maksimum antara 0 hingga 8 o C . Lamanya perlakuan bervariasi mulai beberapa hari hingga 60 hari atau bahkan lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan genotype tanaman dan suhu yang digunakan
Istilah vernalisasi pertama kali digunakan pada perlakuan suhu dingin pada benihyang berimbibisi atau semai kecambah, kemudian meluas kepada semua perlakuan yang mempunyai efek yang sama terhadap tanaman seperti perlakuan tehadap umbi sebelum ditanam. Tujuan perlakuan vernalisasi biasanya adalah untuk mempercepat keluarnya bunga karena suhu dapat merangsang inisiasi bunga. Pada banyak tanaman, vernal dipengaruhi oleh vernalisasi, perisasi ini dapat mempercepat waktu menuju pembungaan. Akan tetapi selain dipengaruhi oleh vernilisasi, periode menuju waktu berbunga ini juga dipengaruhi oleh suhu dan panjang hari selama masa pertumbuhan dan pengaruhnya saling berinteraksi.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia perlakuan vernalisasi banyak digunakan pada tanaman hias bunga dan sayuran di daerah dataran tinggi yang beriklim sejuk.



Ø  Letak Vernalisasi
            Bukti-bukti bahwa rangsanagan dingin dihasilkan di dalam meristem atau kuncup dan bukan didalam daun diperoleh dari empat fenomena:
  1. Biji yang telah mengalami imbibisi mudah divernalisasi
  2. Pengenaan suhu dingin hanya pada daun, akar, atau batang tidak efektif.
  3. Biji yang sedang berkembang pada tanaman induk dapat dan seringkali sudah tervernalisasi apabila tepat pada waktu suhu dingin berlangsung sebelum biji menjadi kering.
  4. Tanaman yang ditanam dari kuncup liar suatu daun yang sudah tervernalisasi telah tergalakkan untuk berbunga (Gardner,dkk, 1991).

Ø  Hilangnya vernalisasi
            Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan pengenaan kondisi yang parah, seperti kekeringan atau temperatur tinggi (30-35̊C) selama periode beberapa hari. Pada percobaan yang dilakukan oleh Lysenko di Uni soviet, mengenai biji serealia musim dingin yang divernalisasi dan dipertahankan biji dalam keadaan kering menyebabkan proses devernalisasi (penghilangan vernalisasi). Percobaan yang dilakukan Lysenko itu tidak berlaku di mana saja, mungkin karena telah tersedia kultivar tipe musim semi yang teradaptasi.
            Vernalisasi pada rumput-rumputan tahunan tertentu, ternyata lebih kompleks, selain dingin, juga diperlukan beberapa fotoperiode pendek.  Contohnya pada rumput orchard, penggalakan pembungaan terjadi secara alamiah, dan diperlukan suhu ingin untuk menggalakkan pembungaan pada sepesies-sepesies tersebut (Gardner,dkk, 1991).

Ø  Interaksi Vernalisasi dengan faktor lain
            Chailakhyan menyatakan bahwa hanya tumbuhan di daerah temperatur yang mengalami musim dingin, dapat kita harapkan memerlukan vernalisasi, dan ini adalah tumbuhan hari panjang (LPD). Tumbuhan hari pendek biasanya berada di daerah subtropis.
            Ada sebuah interaksi yang ganjil pada Petkus rye (secale cereale), kebutuhan akan vernalisasi dapat digantikan dengan perlakuan hari pendek (short day), tetapi apabila tanaman ini telah memperoleh vernalisasi, dia memerlukan induksi hari panjang untuk pembungaannya. Sama halnya dengan Hyoscyamus niger memerlukan vernalisasi apabila dalam tahap roset dan perbungaan akan terjadi hanya pada hari panjang.

Ø  Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi
Organ tumbuhan yang dapat menerima rangsangan vernalisasi sangat bervariasi yaitu biji, akar, embrio, pucuk batang. Apabila daun tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapat perlakuan dingin, sedangkan bagian pucuk batangnya dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi).
            Vernalisasi merupakan suatu proses yang kompleks yang terdiri dari beberapa proses. Pada Secale cereale, vernalisasi pada tanaman ini terjadi di dalam biji dan semua jaringan yang dihasilkannya berasal dari meristem yang tervernalisasi. Pada Chrysantheum, vernalisasi hanya dapat terjadi pada meristemnya (Annonymous, 2010).

2.2.3 Zonazi Tumbuhan Berdasarkan Suhu
            Junghuhn adalah salah satu pakar meteorology yang melakukan pengelompokan atau klasifikasi iklim atau suhu berdasarkan garis ketinggian. Klasifikasi ini sekaligus dapat menentukan tanaman budidaya yang dapat tumbuh di suatu daerah di ketinggian tertentu. Hal tersebut berdasarkan kesesuaian suhu udara dengan karakteristik tanaman. Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu tertentu untuk dapat bertahan hidup.
            Junghuhn mengklasifikasikan iklim atau suhunya berdasarkan empat zona, yaitu zona panas, sedang, sejuk, dan dingin. Berikut ini adalah klasifikasi iklim atau suhu menurut Junghuhn.
a.         Zona panas
Ketinggian 0 - 700 meter diatas permukaan laut (DPL). Zona ini memiliki suhu (temperatur) udara berkisar antara 26,30C - 220C. Pada ketinggian ini cocok ditanami jagung, padi, tebu, kelapa, dan coklat.
b.        Zona sedang
Ketinggian 700 - 1500 meter DPL, suhu udara pada zona ini berkisar antara 22oC - 17,10C. Cocok untuk ditanami karet, kina, sayuran, coklat, kopi dan teh.
c.         Zona sejuk
Ketinggian 1500 - 2500 meter DPL, suhu udara pada zona ini berkisar antara 17,1oC - 11,10C. Suhu tersebut cocok untuk tanaman pinus, cemara, dan sayuran.
d.        Zona dingin
Ketinggian diatas 2500 meter DPL, suhu udara mulai dari 11,10C - 6,20C dengan tanaman yang tumbuh hanya berjenis lumut saja sedangkan tanaman perkebunan tidak cocok pada daerah ini (Ramli, 1989).

2.2.4 Strategi Adaptasi Terhadap Suhu Ekstrim
Dibandingkan dengan hewan, tumbuhan memiliki keterbatasan adaptasi terhadap suhu ekstrem. Pada suhu panas, tumbuhan xerofit mengembangkan adaptasi dengan adanya kutikula yang tebal, meningkatnya penyerapan air dengan akar serabut yang panjang, menurunkan kadar transpirasi, dan memiliki jaringan penyimpan cadangan air. Tumbuhan kaktus seperti Opuntia fragilis memiliki struktur yang disebut cladode yang berfungsi menyimpan cadangan air.
Pada suhu dingin, tumbuhan mengembangkan beberapa strategi. Tumbuhan gugur daun akan menggugurkan seluruh daunnya pada musim dingin. Adaptasi lain misalnya pada beberapa tumbuhan Aracecae, laju respirasi meningkat pada suhu dingin. Bentuk bunga juga dapat meningkatkan suhu internal tumbuhan. Bentuk bunga seperti parabola efetif untuk menyerap panas matahari.
Cekaman suhu terhadap makhluk hidup bersifat spesifik. Tidak ada batas suhu terendah bagi kelangsungan hidup spora, biji dan bahkan lumut kerak dan lumut daun tertentu pada kondisi kering. Batas suhu terendah untuk bertahan hidup pada keadaan yang lebih normal sangat tergantung pada spesies dan sejauh mana jaringan telah diadaptasikan terhadap embun es. Tumbuhan yang sedang tumbuh aktif sering dapat bertahan hidup hanya pada beberapa derajat di bawah 0°C, sedangkan banyak yang dapat bertahan pada sekitar – 40°C. Beberapa tumbuhan tinggi dapat tumbuh dan berbunga di bawah salju.
Suhu rendah merupakan faktor pembatas terpenting bagi persebaran tumbuhan. Tumbuhan mengalami penciutan pada saat pembekuan karena kristal es memasuki ruang udara di luar sel dan di dalam sel hidup dapat terjadi pembekuan es secara alami. Selain itu, aktivitas enzim pada suhu rendah terganggu sehingga terjadi ketidakseimbangan metabolisme dalam sel.
Pada kondisi suhu tinggi yang ekstrem, enzim dapat mengalami denaturasi dan pemutusan asam nukleat pada sebagian besar organisme. Sifat merusak pada tumbuhan terutama pada fungsi fotosintesis yang tidak terjadi karena fotosistem yang peka terhadap panas. Dengan demikian, faktor suhu sangat menentukan penyebaran tumbuhan dalam biosfer.
Tumbuh-tumbuhan di negara tropis menerima pancaran matahari yang terik secara terus menerus sepanjang tahun. Ini karena negara tropis terletak di kawasaan yang sepanjang khatulistiwa. Oleh sebab itu transpirasi yang dijalankan oleh tumbuh – tumbuhan mempunyai kadar yang lebih tinggi
daripada tumbuh – tumbuhan di kawasan iklim lain. Adaptasi tumbuhan terhadap suhu dan intensitas cahaya yang tinggi yaitu pada daun tumbuhan seperti pohon cemara, jati dan akasia menggungurkan daunnya diengan tujuan mengurangi hilangnya air secara berlebih.
Pada tumbuhan padi-padian, liliaceae dan jahe-jahean,tumbuhan jenis ini mematikan daunnya pada musim kemarau. Pada musim hujan daun tersebut tumbuh lagi. Contoh kaktus: Melocactus curvispinus yang hidup di gurun pasir atau lingkungan yang kekurangan air (daerah panas) ,mempunyai struktur adaptasi
khusus untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pada tumbuhan yang terdapat di daerah panas, jika memiliki daun maka daunnya berbulu, bentuknya kecil-kecil dan kadang-kadang daun berubah menjadi duri dan sisik.
Lapisan lilin kulit luar daunnya tebal, mempunyai lapisan lilin yang tebal dan mempunyai sedikit stomata untuk mengurangi penguapan. Beberapa tumbuhan di gurun pasir daunnya menutup (mengatup) pada siang hari dan membuka pada malam hari untuk menghindari penguapan yang berlebih. Sistem perakaran tumbuhan di daerah panas memiliki akar yang panjang-panjang sehingga dapat menyerap air lebih banyak.

Ø  Aspek Fisiologis Suhu
Kisaran suhu di alam antara -273˚C sampai berjuta-juta ˚C (di pusat matahari). Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara 15˚C sampai 40˚C. Di bawah suhu 15˚C atau di atas suhu 40˚C pertumbuhan tanaman menurun secara drastis. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu.
Suhu meningkatkan perkembangan tanaman sampai batas tertentu. Hubungan suhu dengan pertumbunhan tanaman menunjukkan hubungan yang linear sampai batas tertentu, setelah tercapai titik maksimum (puncak) hubungan kedua variabel itu menunjukkan hubungan parabolik.
Pada suhu rendah (minimum) pertumbuhan tanaman menjadi lambat bahkan berhenti, karena kegiatan enzimatis dikendalikan oleh suhu. Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur hara terganggu, karena transpirasi meningkat dan akan mengakibatkan rusaknya batang, daun muda, tunas, bunga dan buah. Besarnya kerusakan organ atau jaringan tanaman akibat suhu rendah tergantung pada keadaan air, keadaan unsur hara, morfologis dan kondisi fisiologis tanaman.
Tanaman akan cepat tua bila suhu berada di atas suhu optimum pada tahap vegetatif, tetapi apabila suhu tinggi pada fase menjelang panen maka pengaruh suhu tinggi tidak kentara. Proses penuaan mencerminkan perbedaan translokasi asimilat dari batang keumbi dan diperlambat dengan mengghilangkan tekanan lingkungan, misalnya suhu di atas optimum atau intensitas cahaya lebih dari 1.200 food-candles (Annonymous, 2008).
Ø  Pengaruh Suhu
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 40 OC, kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 30 OC. Tumbuhan berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan yang berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ berbeda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitifannya (kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif (peka) dibanding daun dan sebagainya.

Pengaruh Suhu Tinggi
Pada umunya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya apabila suhu lebih tinggi dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum. Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah. Suhu tinggi biasanya berperan dalam kerusakan sunsclad yang tampak pada bagian terkena sinar matahari pada buah berdaging dan sayuran, seperti cabe, apel, tomat, umbi lapis bawang dan umbi kentang. Hari dengan sinar matahari terik dan panas maka suhu jaringan buah yang terdapat di bawah sinar matahari langsung mungkin jauh lebih tinggi disbanding dengan jaringan buah dari sisi yang terlindung dan dikelilingi udara. Hal tersebut menghasilkan perubahan warna, kelihatan basah berair, melepuh, dan keringnya jaringan di bawah kulit, yang menyebabkan permukaan buah lekuk. Suhu tinggi juga terlibat dalam kekacauan air biji (water core) pada apel dan penurunan oksigen yang menyebabkan terjadinya blacheart pada kentang.

Pengaruh Suhu Rendah
Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah tiitik beku menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang membunuh tunas pada persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh bunga, buah muda dan kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohonan (Annonymous, 2011).







BAB III
KESIMPULAN

·         Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem
·         Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia
·         Peran cahaya terhadap tumbuhan antara lain:
-          Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari
-          Fotoenergetic adalah pertumbuhan yang dipengaruhi oleh banyaknya energy yang diserap dari sinar matahari oleh bagian tanaman
-          Fotodestruktif adalah tingginya intensitas cahaya yang mengakibatkan fotosintesis semakin tidak bertambah lagi dikarenakan tanaman mengalami batas titik jenuh cahaya sehingga bukan menjadi sumber energy tetapi sebagai perusak
-          Fotomorfogenesis adalah Pengendalian morfogenesis oleh cahaya
-          Fototropisme adalah pergerakan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh rangsangan cahaya
·         Strategi Adaptasi Tumbuhan Terhadap Cahaya
Adaptasi tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal.
·         Karakteristik tumbuhan berdasarkan cahaya
Berdasarkan kebutuhan dan adaptasi tanaman terhadap radiasi matahari, pada dasarnya tanaman dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu,  heliophyta dan sciophyta
·         Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan.
·         Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi local berdasarkan topografi dan jarak dari laut.
·         Suhu sangat berperan penting pada tumbuhan sebagai organisme poikilotermik dan stenotermik
·         Zonazi tumbuhan berdasarkan suhu tediri dari zon panas, zona sedang, zona sjuk dan zona dingin
·         Strategi tumbuhan terhadap suhu ekstrim pada suhu panas, tumbuhan xerofit mengembangkan adaptasi dengan adanya kutikula yang tebal, meningkatnya penyerapan air dengan akar serabut yang panjang, menurunkan kadar transpirasi, dan memiliki jaringan penyimpan cadangan air. Pada suhu dingin, tumbuhan mengembangkan beberapa strategi. Tumbuhan gugur daun akan menggugurkan seluruh daunnya






















DAFTAR PUSTAKA

Gardner, dkk., 1991, Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Rai. Wijana. Arnyana. 1998. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. Singaraja : STKIP Singaraja.
Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta : PPLP Tenaga Kependidikan.
Syamsuri, Istamar, DKK. 2007. Biologi untuk SMA kelas XII semester 1. Jakarta. Erlangga
Sasmitamihardja, dkk., 1996, Fisiologi Tumbuhan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, FMIPA-ITB, Bandung
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Anonymous, 2008, http://azaganteng.blogspot.com/fotosintesis.html diakses tanggal 20 Oktober 2011
Anonymous, 2008, http://alfimetamorfosis.blogspot.com/fotoperiodisme-vernalisasi.html diakses tanggal 17 Oktober 2011
Anonymous, 2010, http://sriwidoretno.staff.fkip.uns.ac.id/ekologi-tumbuhan/ diakses tanggal 27 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar

TV Streaming

tutorial blogger Indonesia

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | WordPress Themes Review