Bioteknologi
Biotechnology
Potensi
Rizobakteri Azotobacter
dalam
Meningkatkan Kesehatan Tanah dalam Pembibitan Tanaman Sayuran
Potential Rizobakteri Azotobacter
in Improving Soil Health in Vegetable Breeding
in Improving Soil Health in Vegetable Breeding
Ismi
Fatimatus Zahro, Wahyunikha
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Muhammadiyah Malang
Jl. Tlogomas 246 Malang Telp 464318
ABSTRACT
Soil is a component of the whole ecosystem which is
support plant production and determine ecosystem quality. In agriculture,
healthy soil represent a balance between physical, chemical and biological
factors which is promote optimal plant production, and contribute to conserve
water and soil quality. In soil biotechnology, if the objective of microbial
inoculation is to enhance soil health then rhizobacteria Azotobacter would
be the good choice. This paper describe the capability of Azotobacter as
biological agent in soil biotechnology related to biological nitrogen fixation
and phytohormones production.
Keywords: Azotobacter, nitrogen fixation,
phytohormone, soil health
ABSTRAK
Tanah adalah komponen dari seluruh ekosistem yang
mendukung produksi tanaman dan menentukan ekosistem kualitas. Di bidang pertanian, tanah yang sehat merupakan keseimbangan antara faktor fisik, kimia dan biologis yang adalah mempromosikan produksi tanaman yang optimal, dan
berkontribusi untuk menghemat air dan kualitas tanah. Dalam bioteknologi tanah, jika
tujuan
inokulasi mikroba adalah untuk meningkatkan kesehatan tanah kemudian
Azotobacter rhizobacteria akan menjadi
baik pilihan.
Makalah ini menggambarkan kemampuan Azotobacter sebagai agen biologi di bidang bioteknologi tanah terkait
untuk fiksasi
nitrogen biologis dan produksi phytohormones.
Keywords: Azotobacter, nitrogen fiksasi, phytohormone, kesehatan tanah
Pendahuluan
Tanah
adalah sebuah komponen dari keseluruhan ekosistem dan tidak dapat dilepaskan
dari kesehatan ekosistem tersebut. Di bidang pertanian, tanah yang sehat
memiliki kondisi fisik,kimia dan biologis optimaluntuk produksi tanaman dan
memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman serta kualitas ekosistem
yang mencakup air dan tanah. Dalam sejumlah kondisi, tanah yang sehat
mungkinsaja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat karena adanya
penambahan komponen tanah yang tidak sehat dari luar tanah itu sendiri (Elliott
1998) misalnya penambahan bahan kimia yang berlebihan atau pembuangan limbah
toksik. Tanah sehat dan subur merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh
berbagai organisme (mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro fauna).
Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai
manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai
makanan (Simarmata et al,2003).
Dalam
ekosistem tanah, tropik rantai makanan dimulai dari tropik level pertama, yaitu
kelompok organisme (tanaman dan bakteri) produsen yang mampu memanfaatkan sinar
matahari sebagai sumber energinya. Selanjutnya diikuti oleh tropik kedua hingga
ke tingkat tropik yang tertinggi. Hal ini berarti, bahwa kehadiran suatu
organisme akan mempengaruhi keberadaan organisme lain secara langsung maupun
tidak langsung. Kesehatan tanah dapat dievaluasi secara kualitatif maupun
kuantitatif dengan menggunakan indikator seperti kemampuan tanah sebagai media
tumbuh tanaman maupun mikroba (Simarmata et al, 2003).
Secara
umum, rizosfir ekosistem tanah yang sehat akan dihuni oleh organisme yang
menguntungkan yang memanfaatkan substrat organik dari bahan organik atau
eksudat tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah mikroba memegang
peran penting pada tanah yang normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam
menentukan kualitas tanah. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan
organik, melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan
mendegradasi residu toksik (Sparling 1998).
Selain
itu, mikroba juga berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman (plant
growth promting agents) yang menghasilkan berbagai hormon tumbuh,
vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang
pertumbuhan bulu-bulu akar. Salah satu kelompok organisme yang penting dalam
ekosistem tanah dan berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman adalah
rizobakteri yaitu bakteri yang hidup di rizosfir tanaman dan mengalami
interaksi yang intensif dengan akar tanaman maupun tanah. Kesehatan biologis
suatu tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi rizobakteri ini atas
mikroorganisme patogen sehingga tanaman mendapatkan manfaat yang optimal dari
keberadaan rizobakteri non patogen. Azotobacter adalah spesies
rizobakteri yang telah dikenal sebagai agen biologis pemfiksasi dinitrogen,
diazotrof, yang menkonversi dinitrogen ke amonium melalui reduksi elektron dan
protonasi gas dinitrogen. Unsur hara yang membatasi produktivitas tanaman
adalah nitrogen sehingga pupuk nitrogen selalu ditambahkan sebagai input dalam
produksi tanaman. Untuk menghindari penurunan kesehatan tanaman akibat adanya
input bahan kimia, diperlukan input biologis berupa rizobakteri. Penambahan
atau inokulasi Azotobacter dengan tujuan untuk meningkatkan ketersediaan
nitrogen tanah telah sering dilakukan
namun dengan hasil yang
bervariasi,
bahkan kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut
sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri hidup bebas terhadap nitrogen
tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun yang jauh lebih rendah daripada kontribusi
bakteri pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584 kg N/ha/t
(Shantharam & Mattoo 1997).
Namun
demikian, upaya mempertahankan kesehatantanah dan sekaligus produktivitas
tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena rizobakteri
ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui produksi
fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, input rizobakteri
dalam suatu sistem pertanian sejalan dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih
(Clean Development Mechanism, CDM) yang penting diupayakan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon (carbon sequestration)
sehingga karbon berada dalm bentuk yang lebih stabil (Murdiyarso 2003).
Pada
makalah ini akan dirangkum sejumlah hasil penelitian mengenai aplikasi Azotobacter
di pembibitan tanaman sayuran. Tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan
kemampuan Azotobacter sebagai agen hayati dalam aplikasi bioteknologi
tanah di pembibitan tanaman sayuran, dan dalam mempertahankan kesehatan tanah,
dalam hal ini kemampuan tanah sebagai media tumbuh tanaman maupun mikroba,
melalui kapasitasnya dalam memfiksasi nitrogen dan produksi fitohormon.
Fiksasi Nitrogen
Biologis.
Fiksasi nitrogen
adalah proses alam, biologis atau abiotik yang mengubah nitrogen di udara menjadi ammonia
(NH3). Mikroorganisme yang mem-fiksasi nitrogen disebut diazotrof. Mikroorganisme ini
memiliki enzim nitrogenaze yang dapat menggabungkan hidrogen dan nitrogen. Reaksi untuk fiksasi
nitrogen biologis ini dapat ditulis sebagai berikut :
N2 + 8 H+ + 8 e− → 2 NH3 + H2
Mikro organisme yang melakukan fiksasi nitrogen antara lain : Cyanobacteria,
Azotobacteraceae, Rhizobia, Clostridium, dan Frankia. Selain itu ganggang hijau biru juga dapat memfiksasi nitrogen. Beberapa tanaman
yang lebih tinggi, dan beberapa hewan (rayap), telah membentuk asosiasi
(simbiosis) dengan diazotrof. Selain dilakukan oleh mikroorganisme, fiksasi nitrogen juga terjadi pada
proses non-biologis, contohnya sambaran petir. Lebih jauh, ada empat cara yang
dapat mengkonversi unsur nitrogen
di atmosfer menjadi bentuk yang lebih reaktif :
a. Fiksasi biologis:
Beberapa
bakteri simbiotik (paling sering dikaitkan dengan tanaman polongan) dan beberapa
bakteri yang hidup bebas dapat memperbaiki nitrogen sebagai nitrogen organik.
Sebuah contoh dari bakteri pengikat nitrogen adalah bakteri Rhizobium
mutualistik, yang hidup dalam nodul akar kacang-kacangan. Spesies ini
diazotrophs. Sebuah contoh dari hidup bebas bakteri Azotobacter.
b. Industri fiksasi nitrogen
:
Di
bawah tekanan besar, pada suhu 600 C, dan dengan penggunaan katalis besi,
nitrogen atmosfer dan hidrogen (biasanya berasal dari gas alam atau minyak
bumi) dapat dikombinasikan untuk membentuk amonia (NH3). Dalam proses
Haber-Bosch, N2 adalah diubah bersamaan dengan gas hidrogen (H2) menjadi amonia
(NH3), yang digunakan untuk membuat pupuk dan bahan peledak.
c. Pembakaran bahan bakar fosil:
Mesin mobil dan pembangkit listrik
termal, yang melepaskan berbagai nitrogen oksida (NOx).
d. Proses lain:
Selain itu, pembentukan NO dari N2
dan O2 karena foton dan terutama petir, dapat memfiksasi nitrogen.
Salah
satu inokulan bakteri yang penting untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen
tanah, dan peningkatan hasil adalah Azotobacter. Kemampuan Azotobacter
dalam memfiksasi N2 telah diketahui pertama kali oleh Beijerinck pada tahun
1901 (Page 1986).
Namun
demikian peningkatan hasil ini tidak konsisten jika dibandingkan dengan
rendahnya kapasitas fiksasi bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik. Karena
itu, diduga terdapat faktor lain yang berperan dalam pengendalian pertumbuhan
tanaman seperti produksi fitohormon, pemutusan siklus penyakit maupun hama
melalui perubahan karakteristik mikroba, fisik atau kimia tanah, atau melalui
peningkatan aktivitas makrofauna tanah seperti cacing tanah (Peoples et al,
1995).
Secara
umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk
mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi
pemupukan anroganik. Penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata
agaknya hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen
diintegrasikan dalam sistem produksi tanaman. Sejumlah kajian
mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang selalu terdapat
di tanaman serealia seperti jagung dan gandum (Abbass & Okon 1993a;
Abbass & Okon 1993b; Hindersah et al, 2000; Hindersah et
al, 2003a) maupun sayuran (Hindersah & Setiawati 1997; Hindersah
et al, 2003b).
Dengan
demikian akan terjadi sistem asosiatif yang intensif seperti yang diperlihatkan
strain Acetobacter dan Herbaspirillum dengan tebu dan Azospirillum
dengan gandum (Kennedy et al, 1997).
Asosiasi ini dirasakan penting mengingat
nitrogen adalah unsur hara makro esensial, dan di lain fihak, produksi tanaman
di Indonesia akantergantung dari input nitrogen karena umumnya tanah di
Indonesia hanya mengandung sedikit nitrogen. Pupuk nitrogen akan tetap berperan
penting dalam peningkatan produksi tanaman, namun demikian penggunaannya harus
diatur untuk menjamin produktivitas, stabilitas dan keberlanjutan ekosistem
pertanian. Oleh karena itu, inokulasi rizobakteri Azotobacter selayaknya
dijadikan salah satu faktor dari managemen nitrogen dalam suatu sistem tanam
sehingga akan bersifat sinergis dengan input nitrogen lainnya
seperti pupuk dan bahan organik yang selanjutnya dapat menjamin
kesehatan tanah.
Produksi Fitohormon.
Bentuk
dan fungsi tanaman tergantung pada komunikasi antar sel yang dimediasi oleh
senyawa kimia yang disebut fitohormon. Di dalam sel, fitohormon berinteraksi
dengan protein khusus yang disebut reseptor. Kompleks fitohormon-reseptor ini
adalah bentuk fitohormon yang aktif dan efektif dalam jumlah yang sangat kecil,
yaitu antara 10-6 sampai 10-8 M. (Taiz & Zeiger 1991).
Hormon
tanaman dikelompokkan ke dalam lima grup yaitu auksin, giberelin, sitokinin,
etilen dan asam absisat. Tanaman memenuhi kebutuhan akan hormon tumbuh melalui
kemampuannya untuk mensintesis ke lima hormon tersebut (Davies 1995) atau
mendapatkannya dari rizosfir (Hindersah et al, 2002) maupun filosfir
(Werner 1992) sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme dalam mensistesis
fitohormon. Kemampuan Azotobacter dalam memproduksi fitohormon sitokinin
dan auksin dilaporkan pertama kali oleh Vancura dan Macura pada tahun 1960
(Vancura 1988).
Sampai
saat ini sejumlah penelitian telah membuktikan kemampuan rizobakteri Azotobacter.
chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali maupun A. vinelandii dalam
memproduksi fitohormon terutama sitokinin. Taller & Wong (1989) membuktikan
adanya sitokinin dari jenis zeatin ribosida (ZR), Zeatin (Z),
isopenteniladenosin (2iPR), isopenteniladenin (2iP), metiltiozeatin (MSZ) dan
metiltioisopentenil-adenin (MS2iP) yang diekskresikan oleh A. vinelandii.
Abbass and Okon (1993b) memperlihatkan bahwa kemampuan A. paspali untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman berhubungan dengan kapasitasnya dalam
mensistesis factor tumbuh. Sejumlah isolat Azotobacter yang dikulturkan
pada suhu kamar maupun 30 0C selama 60 jam mengekskresikan fitohormon
sitokinin, atau giberelin ke dalam media pertumbuhan bebas N. Di dalam
supernatant kultur cair A. chroococcum, yang diisolasi dari rizosfir jagung,
dengan kepadatan 108 cfu/ml terdapat kinetin dan benziladenin-9-glukosida masing-masing
dengan konsentrasi 0.0197 dan 0.004 g/ml. Selain sitokinin, analisis
khromatografi menunjukkan supernatan mengandung 0.038 g/ml GA5 dan 0.028 g/ml
GA7 (Hindersah et al, 2000). Azotobacter
sp., diisolasi dari rizosfir tomat, yang dikulturkan di media bebas N
mengekskresikan GA1 sebanyak 13.57 g/mL dan sitokinin sebanyak 10.13g/mL
(Hindersah et al, 2001).
Analisis
HPLC fase terbalik pada kultur isolat Azotobacter yang diisolasi dari
rizosfir bibit lettuce memperlihatkan adanya 0.04 ppm sitokinin, 1.9 ppm GA3,
0.9 ppm GA5 dan 1.0 ppm GA7 tetapi tidak terdeteksi adanya auksin (Hindersah et
al, 2003b). Meskipun secara teori pembentukan fitohormon terutama sitokinin
dihambat oleh nitrogen tersedia, tetapi suatu isolat Azotobacter dari
rizosfir tomat yang dikulturkan selama 72 jam pada suhu kamar di dalam media
3mL/L pupuk organik cair yang mengandung nitrogen kurang dari 1% dapat
memproduksi hormon. Dengan kepadatan sel 3.7 x 109 cfu/mL isolat ini
mengekskresikan 2.39 g/mL sitokinin, tetapi tidak terdeteksi adanya fitohormon
giberelin dan auksin (Hindersah et al, 2002b) Meskipun masih terlihat
adanya inkonsistensi kualitas dan kuantitas fitohormon yang diekskresikan, data
di atas membuktikan bahwa rizobakteri ini sangat berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai sumber fitohormon eksogen tanaman. Kemampuan ini penting untuk
dieksplorasi mengingat peran fitohormon yang sangat penting bagi perkecambahan
dan perkembangan akar di awal pertumbuhan tanaman.
Pengaruh Inokulasi Azotobacter
terhadap Fungsi Tanah sebagai Media Tumbuh Bibit Tanaman Sayuran dan Azotobacter.
Dalam produksi tanaman sayuran, pembibitan
merupakan salah satu tahap penting Pembibitan tanaman sayuran berhubungan
dengan fase perkecambahan yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan akar
pertama (radikula) dan daun pertama (plumula). Secara fisiologis perkecambahan
diregulasi oleh cadangan makanan dan fitohormon yang terdapat di dalam biji.
Setelah itu, pertumbuhan dan perkembangan akar dan tajuk bibit akan
dikendalikan oleh ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Secara alami, akar
berperan sebagai saluran untuk mensuplai unsur hara dan air dari tanah ke
tanaman dan lokasi sintesis dan pertukaran sejumlah hormon tanaman. Dengan
demikian pertumbuhan akar yang normal menjamin perkembangan tajuk. Inokulasi
rizobakteri Azotobacter pemfiksasi N dan penghasil fitohormon merupakan
salah satu input yang dapat memenuhi kebutuhan bibit tersebut. Nitrogen adalah
salah satu unsur hara utama yang sangat penting dalam seluruh proses biokimia
di tanaman. Di dalam tanah, sumber nitrogen adalah bahan organik, pupuk
kandang, sisa tanaman yang terdekomposisi, fiksasi nitrogen biologis, air
irigasi dan pupuk anorganik (Laegreid et al, 1999).
Kekurangan
nitrogen pada pembibitan seringkali membatasi pertumbuhan dan kualitas bibit.
Dalam sistem nutrisi tanaman yang terintegrasi, kesehatan tanah yang
berhubungan dengan ketersediaan nitrogen dapat dicapai dengan menyeimbangkan
input sumber nitrogen dari pupuk anorganik dan dari mikroorganisme pemfiksasi nitrogen.
Dikemukakan oleh Krishnamoorthy (1981), di dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sering ditemukan satu atau lebih fitohormon pada
waktu yang bersamaan. Adapun kelompok tanaman yang paling banyak memanfaatkan
fitohormon ini menurut Manurung (1987) adalah kelompok tanaman hortikultura,
tanaman pangan, tanaman industri, tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan.
Dengan demikian kemampuan Azotobacter dalam memproduksi hormon sitokinin
dan giberelin sangat menguntungkan mengingat kedua fitohormon tersebut berperan
dalam perkembangan dan pembelahan sel (Taiz & Zeiger 1991).
Sampai
saat ini, Inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur cair bebas N
yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran tanaman.
Inokulan cair ini memiliki kelebihan yaitu selama inkubasi untuk memperbanyak
sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong ekskresi N tersedia hasil
fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan menginduksi pembentukan fitohormon oleh
bakteri. N tersedia dan fitohormon ini, di samping sel bakteri, merupakan
komponen penting untuk mempertahankan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan
tanaman. Sejumlah percobaan yang telah kami lakukan memperlihatkan bahwa
inokulasi
Azotobacter pada kecambah tanaman sayuran berumur 1 minggu tidak
mengganggu perkembangan akar. Dalam hal ini meskipun Azotobacter menghasilkan
fitohormon, diduga tidak terdapat ketidakseimbangan hormonal di media tumbuh
yang diperlihatkan dengan pertumbuhan akar yang normal. Tidak terdapat akar
yang memendek, maupun menebal dan tidak ditemukan pengurangan panjang maupun
densitas bulu akar. Pengaruh positif inokulasi Azotobacter terhadap
perkembangan akar dan tajuk bibit terlihat pada hasil percobaan inokulasi pada
bibit tomat pada Gambar 1 di atas. (Hindersah et al, 2003c).
Pada
percobaan di atas, bibit ditanam di tanah yang mengandung pupuk kandang tanpa
penambahan pupuk anorganik. Jelas terlihat bahwa inokulasi berbagai konsentrasi
dan dosis Azotobacter dengan nyata memperbaiki perkembangan tajuk dan
akar (Gambar 1) dan tinggi tanaman (data tidak diperlihatkan). Dibandingkan
dengan tajuk, inokulasi lebih mempengaruhi perkaran seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 1b.
Peningkatan tinggi
pupus dan berat kering tajuk yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi dan
dosis inokulan juga diperlihatkan pada aplikasi 106 dan 108 cfu/mL Azotobacter
dengan dosis 2.5 dan Potensi Azotobacter dalam kesehatan tanah 131 5.0 mL.
(Hindersah et al, 2002b). Pada percobaan ini peningkatan pertumbuhan
tajuk terhenti pada tanaman yang mendapatkan 5 mL Azotobacter dengan
kepadatan sel 108 cfu/mL. Peningkatan yang sama diperlihatkan oleh bibit
tanaman selada lettuce (Lacutca sativa L. ) yang diberi supernatan
kultur cair Azotobacter seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini
(Hindersah et al, 2002a). Sangat kompleks dan rumit. Kedua proses ini
bergantung antara lain pada berbagai hormon yang telah diidentifikasi sebagai
IAA, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisat. Walaupun hormon di
atas memiliki fungsi tertentu,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan hasil interaksi aktivitas kelima
hormon di atas (Taiz & Zeiger 1991). Tidak bisa diabaikan bahwa Azotobacter
mendukung fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman karena rizobakteri ini
memiliki aktivitas lain yang berkenaan dengan kesehatan tanah. Azotobacter juga
memproduksi ferrisiderofor (Page 1987) pada kondisi kahat besi; mengakumulasi
polimer poli-- hidroksibutirat (pHB) (Page & Knops 1989) yang berperan
sebagai cadangan makanan dan merupakan indikator kemampuan rizobakteri ini
dalam bioremediasi tanah terkontaminasi minyak, melarutkan fosfat anorganik
(Kumar & Narula 1999); memproduksi asam pantotenik dan tiamin pada kondisi adiazotrophic
(Martinez-Toledo et al, 1996).
Tabel 1. Pengaruh supernatant A.
chroococcum terhadap berat
kering tajuk bibit tanaman selada umur
21 hari setelah
perkecambahan.
Namun
demikian, inokulasi Azotobacter pada media tanam bibit sayuran yang
tidak mengandung pupuk kandang tidak dapat memperbaiki pertumbuhan bibit
seperti yang dibuktikan oleh Kristanti (2002) pada bibit tanaman tomat. Peranan
nitrogen dalam pertumbuhan awal tanaman tidak diragukan lagi. Bentuk utama
nitrogen di dalam tanah adalah ammonium dan nitrat yang tersedia untuk tanaman
serta bahan organik yang harus mengalami dekomposisi sebelum dapat langsung
diambil akar tanaman. Adanya penambahan N tersedia dalam bentuk amonium di
dalam inokulan Azotobacter meningkatkan daya dukung tanah untuk
menyokong pertumbuhan tanaman. Selama pembibitan, jumlah nitrogen yang
diperlukan akan jauh lebih kecil daripada yang diperlukan tanaman pada fase
pertumbuhan selanjutnya. Agaknya amonium di dalam inokulan, yang akan
dikonversi menjadi nitrat saat diinokulasikan ke tanah yang aerob, dapat
mencukupi kebutuhan tanaman sayuran selama pembibitan. Fitohormon di dalam
inokulan juga berperan meregulasi pertumbuhan bibit. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman merupakan proses yang dan melakukan dehalogenasi senyawa
senobiotik (Zaborina et al, 1995). Pengaruh inokulasi Azotobacter melalui
akar terhadap tinggi tajuk ternyata diperkuat oleh inokulasi *Nilai dengan huruf yang sama adalah tidak
nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Azotobacter
melalui
filosfir/daun (Hindersah et al,2003b) seperti yang diperlihatkan pada
Tabel 2. Isolat yang digunakan mampu menghasilkan hormon giberelin dan
sitokinin serta memfiksasi N sehingga inokulasi Azotobacter melalui daun
akan meningkatkan kuantitas kedua hormon yang dimanfaatkan tanaman. Nitrogen
adalah unsur hara penting dalam sintetis komponen sel yang dapat diabsorpsi
tanaman melalui akar dan daun. Peningkatan tinggi dan berat kering tajuk yang
lebih tinggi pada tanaman yang mendapatkan inokulasi melalui daun dan akar
merupakan konsekuensi logis dari semakin meningkatnya ketersediaan nitogen yang
dimediasi oleh kedua isolat. Salah satu tujuan inokulasi adalah meningkatkan
populasi mikroorganisme. Azotobacter bukanlah rizobakteri yang dominan
di rizosfir. Di rizosfir tanaman sayuran yang tumbuh di tanah-tanah vulkanik,
populasi rizobakteri ini hanya berkisar antara 103-104 cfu/g yang jauh
lebih kecil daripada populasi ideal bakteri tanah yaitu 106 cfu/mL.
Karena itu, inokulasi perlu dilakukan karena terbukti adanya peningkatan
populasi di rizosfir sebesar 5-10 kali (Hindersah et al, 2002b; Budiarti
2003) saat bibit tanaman dipindahtanam ke lapangan. Peningkatan ini penting
karena selain meningkatkan aktivitas Azotobacter dalam memfiksasi N dan
memproduksi hormon, juga akan meningkatkan jumlah sel bakteri mati yang
merupakan sumber nitrogen di dalam tanah setelah bakteri tersebut mengalami
dekomposisi. Namun demikian, kepekatan dan dosis inokulan yang terlalu tinggi
dapat menurunkan populasi di irizosfir dibandingkan dengan tanaman yang tidak
mendapatkan inokulasi (Kristanti, 2002, Hindersah et al., 2002a).
Penurunan ini berkaitan dengan peningkatan kompetisi nutrisi dan tempat
di dalam populasi.
Kajian Religi
Di
dalam Al Quran, Allah SWT telah menyiratkan akan penciptaan makhluk hidup
termasuk penciptaan mikroorganisme yang merupakan bagian dari mahluk hidup
ciptaan Allah SWT, seperti dalam beberapa ayat yaitu:
QS. An-Nahl Ayat 13
Artinya : dan Dia (menundukkn pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di
bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikianitu
benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil
pelajaran.
QS. At-Thaha Ayat 6
Artinya : Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di Langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang dibawah tanah.
QS.
Al-Baqarah Ayat 164
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit beupa air lalu dengan air itu Dia hidupkan Bumi
sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di Bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dari
ayat diatas dapat kita ketahui bahwa Allah SWT telah menciptakan berbagai
makhluk hidup yang beraneka ragam dari benda yang bisa dilihat oleh mata secara
langsung ataupun benda benda kecil seperti halnya mikroorganisme. Salah satu
contoh mikroorganisme yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan. Allah menciptakan mikroorganisme tentu tidak hanya merugikan bagi
kita, tetapi bisa juga menguntungkan apabila kita mau mempelajarinya.
KESIMPULAN
Kemampuan
rizobakteri Azotobacter dalam memfiksasi nitrogen menjadi ammonium yang
tersedia untuk tanaman dan memproduksi fitohormon merupakan indikator kemampuan
rizobakteri ini untuk digunakan sebagai input dalam suatu sistem produksi
tanaman yang mengutamakan kesehatan tanah. Inokulasi Azotobacter telah
dilakukan di pembibitan tanaman sayuran, dan memperlihatkan potensi rizobakteri
ini untuk meningkatkan pertumbuhan perakaran dan tajuk bibit serta mendukung
peningkatan populasi Azotobacter di rizosfir.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbass, Z. &
Okon, Y. 1993a.
Physiological properties of Azotobacter paspali in culture and the rhizosphere. Soil
Biol. Biochem. 8: 1061-1073.
Budiarti, Y. 2003. Pengaruh
supernatan Azotobcter chroococcum pada N total tanah, serapan N, populasi A.
chroococcum, dan pertumbuhan bibit tanaman selada (Lactuca sativa L.)
pada Andisols dan Inceptisols. Skripsi. Bandung: Universitas
Padjadjaran
Davies, P.J. 1995. The Plant
Hormones: Their nature, Occurance, and function. Di dalam Davies, P.J. (ed). Plant
Hormones: Physiology, Biochemistry and Molecular Biology. Dordrecht:
Kluwer Academic Publisers.
Elliott, E.T. 1998. Rationale for
developing bioindicators of soil health. Di dalam Pankhurst, C., Doube, B.M.
& Gupta, V.V.S.R. (eds). Biological Indicators of Soil Health.
Wallingford: CABI Publishing.
Hindersah, R., Arief,
D.H. & Sumarni, Y. 2000. Kontribusi hormonal Azotobcter chroococcum pada
pertumbuhan kecambah jagung sistem kultur cair. Prosiding Seminar Nasional
Bioteknologi Pertanian.
Hindersah, R., &
Setiawati, M.R. 1997.
Upaya peningkatan efisiensi pemupukan N pada lahan marjinal dengan metode
biologis dengan inikator tanaman tomat. Laporan Penelitian.
Bandung: LP-UNPAD.
Hindersah, R.,
Setiawati, M.R. & Fitriatin, B.N. 2001. Pengaruh supernatan suspensi kultur
cair Azotobacter terhadap pertumbuhan bibit tanaman tomat. Laporan
Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Hindersah, R.,
Arifin, M. & Rudiwan, Y. 2002a. Pengaruh asam humat dan supernatan Azotobacter
chrococcum terhadap pertumbuhan bibit selada (Lactuca Sativa L.)
pada Andisol. Makalah disampaikan pada Seminar Tahunan Himpunan Ilmu
Tanah di Mataram.
Hindersah, R.,
Setiawati, M.R. & Fitriatin, B.N. 2002b. Penentuan sumber karbon dan nitrogen
untuk meningkatkan kualitas inokulan Azotobacter sebagai pupuk biologis
pada pembibitan tomat. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran.
Hindersah, R., Kalay,
A.M. & Setiani Muntalif, B. 2003a. Pemanfaatan lumpur instalasi
pengolahan limbah domestik: Studi pendahuluan terhadap pertumbuhan vegetatif
jagung manis (Zea mays L. var. saccharata ) dan mikroba tanah. Makalah
disampaikan pada Seminar Persatuan Mikrobiologi Indonesia, 29-30
Agustus 2003 di Bandung
Hindersah, R.,
Setiawati, M.R. & Fitriatin, B.N. 2003b. Inokulasi Azotobacter sp. melalui
filosifr dan rizosfir pada pembibitan selada lettuce (Lactuca sativa L.).
Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Hindersah, R.,
Fitriatin, B.N. & Setiawati, M.R. 2003c. Azotobacter application in
agricultural soil management. Proceeding International Conference on
Environment and urban management.
Kennedy, I.R., Lily
L., Pereg-Gerk, Wood, C., Deaker, R., Gilchrist, K. & Katupitiya, S. 1997. Biological
nitrogen fixation in non-legumonous field crops: Facilitating the evaluation of
an effective association between Azospirillum and wheat. Plant and
Soil 194: 65-79
Krishnamoorthy, H.N. 1981. Plant Growth
Substances. Haryana Agricultural University Hissar. New Delhi:McGraw-Hill.
Kumar, V. &
Narula, N. 1999.
Solubilization of inorganic phosphate and growth emergence of wheat as affected
by Azotobacter chroococcum Mutans. Biol. Fertil. Soil. 28:
301-307.
Laegreid, M.,
Bockman, O.C., & Kaarstad, O. 1999. Agriculture, Fertilizers and the
Environment. Norsk Hydro ASA: CABI Publishing.
Martinez-Toledo,
M.V., Rodelas, B., Salmeron, V., Pozo, C., & Gonzalez-Lopez, J. 1996. production of
pantothenic acid and thiamine by Azotobacter vinelandii in a chemically
defined medium and a dialyzed soil medium. Biol. Fertil. Soil. 22:
131-137.
Murdiyarso, D. 2003. CDM:
Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
1 komentar:
Your Affiliate Profit Machine is waiting -
Plus, making money online using it is as simple as 1, 2, 3!
Here is how it all works...
STEP 1. Choose which affiliate products you want to promote
STEP 2. Add push button traffic (it takes JUST 2 minutes)
STEP 3. See how the system explode your list and sell your affiliate products all on it's own!
Are you ready to make money ONLINE??
Your MONEY MAKING affiliate solution is RIGHT HERE
Posting Komentar